KABARLAH.COM, Pekanbaru – Perjuangan kesetaraan status guru PAUD non formal dilakukan secara masif mulai dari Pengurus Pusat (PP) Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) hingga Pengurus Wilayah ( PW) Himpaudi.
Sebelumnya di tanggal 8 Maret lalu PP Himpaudi melakukan Rapat Dengar Pendapat ( RDP) dengan komisi X DPR/MPR RI di senayan Jakarta, masing-masing PW Himpaudi pun diharapkan berjuang melalui anggota komisi X DPR MPR RI dari Daerah Pemilihan masing-masing.
Untuk itulah, pada Kamis (20/03/2025) yang lalu Himpaudi Riau melakukan audiensi dengan DR Karmila Sari, salah seorang anggota komisi X DPR/MPR RI yang bertugas di bidang komisi pendidikan.
Bertempat di Rumah aspirasi DR Karmila Sari, di jalan Harapan Raya Pekanbaru, Pengurus Himpaudi Riau yang dipimpin langsung oleh Ketua Himpaudi Riau Hj Aida Malikha, SPsi, MSi, Psikolog, diterima oleh DR Karmila Sari.
Dalam Pemaparannya, Aida Malikha menjelaskan tentang kondisi ril guru PAUD non formal di Riau saat ini. Dimana sebanyak 3.100 guru PAUD non formal di Riau saat ini memiliki ketidaksetaraan dengan guru PAUD formal.
Diarenakan, tidak diakomodirnya status guru PAUD non formal sebagai Guru dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 atau undang-undang Sisdiknas yaitu pada Bab II pasal 2(1). Begitu juga status guru PAUD non formal yang tidak diakomodir dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yaitu pada pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005.
Sehingga demikian, guru PAUD non formal tidak bisa mendapatkan hak sebagai guru seperti memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan ( NUPTK), kemudian guru PAUD non formal juga tidak bisa mengikuti PLPG atau sekarang disebut Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mendapatkan sertifikat pendidik atau sertifikasi.
Selain itu guru PAUD non formal juga tidak bisa mengikuti tes PPPK, karena statusnya tidak diakui didalam regulasi.

Oleh karena itu, Himpaudi Riau melalui komisi X DPR MPR RI untuk merevisi pasal dan ayat pada undang-undang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas tersebut.
Fernandez dan Cici, pengurus Himpaudi Riau yang ikut dalam audiensi menambahkan, ketidaksetaraan guru PAUD non formal dengan guru PAUD formal itu telah berlangsung lama, tepatnya sejak Himpaudi berdiri secara nasional 20 tahun lalu.
Lanjut Fernandez, guru PAUD non formal dengan guru PAUD formal itu memiliki beban mengajar yang sama, memakai kurikulum yang sama, dituntut untuk akreditasi lembaganya dengan instrumen akreditasi yang sama.
Begitu juga dengan kualitas dan kualifikasi harus S1 PAUD dan diklat diklat. guru PAUD non formal setelah mengikuti semua kuliah dan diklat tetap tak bisa ikut PPG, PPPK atau ikut guru penggerak seperti guru PAUD formal.
“Itulah beberapa ketidaksetaraan guru PAUD non formal selama ini, ” papar witrayeni, salah seorang pengurus Himpaudi Riau.
Segala aspirasi ketidaksetaraan guru PAUD non formal di Riau diterima oleh Dr Karmila Sari, anggota komisi X DPR/MPR RI. Karmila Sari menyebutkan bahwa pada 8 maret lalu pihaknya di senayan juga telah menerima Himpaudi pusat juga menyampaikan aspirasi yang sama.
Ditambahkannya, saat ini ia juga sebagai anggota Panja Revisi UU Sisdiknas. Dikatakan Karmila, perjuangan merevisi uu memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Karena itu memang perlu perjuangan yang masif di berbagai tingkatan.
Karmila Sari meminta Himpaudi Riau untuk memberikan data tambahan berupa dampak PAUD pada penurunan tingkat bulying yang marak belakangan ini.
” Semoga perjuangan yang masif berbagai pihak ini dalam merevisi uu Sisdiknas untuk mengakomodir status guru PAUD non formal ini berhasil,” ujar Karmila Sari. (***)