KABARLAH.COM, Jakarta – Mantan Gubernur Riau, Annas Maamun akhirnya mencabut gugatan praperadilan melawan KPK. Di mana Annas Maamun kembali menjadi tersangka kasus korupsi dengan dugaan menyuap sejumlah anggota DPRD Riau untuk menyetujui sejumlah anggaran APBD 2015.
“Mengabulkan permohonan pencabutan Permohonan Praperadilan yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 24 Maret 2022, Register perkara Nomor 21/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel,” demikian bunyi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang dikutip dari websitenya, Selasa (12/4/2022).
“Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mencoret perkara Nomor 21/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel dari dalam Register Perkara Pidana Praperadilan,” ujar hakim tunggal Fauziah Hanum Harahap.
Sebagaimana diketahui, tim KPK menjemput paksa Annas Maamun di kediamannya di Pekanbaru, Riau pada Rabu, 29 Maret 2022. Tindakan itu dilakukan KPK lantaran Annas Maamun dianggap tidak kooperatif ketika dipanggil penyidik sebelumnya.
“Perintah membawa tersebut dilakukan karena KPK menilai yang bersangkutan tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sebelumnya telah dilakukan secara patut dan sah menurut hukum,” ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Annas Maamum menjadi tersangka atas dugaan menyuap sejumlah anggota DPRD Riau untuk menyetujui sejumlah anggaran APBD 2015.
Deputi Penindakan KPK Karyoto menyebutkan Annas Maamun yang saat itu menjabat Gubernur Riau periode 2014-2019 mengirimkan sejumlah dokumen kepada Ketua DPRD Provinsi saat itu, Johar Firdaus.
Dokumen itu diketahui sebagai rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2015.
“Tersangka AM selaku Gubernur Riau periode 2014 s/d 2019 mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi yang saat itu dijabat oleh Johar Firdaus,” kata Karyoto dalam konferensi pers.
Namun, dalam rancangan itu Annas mengubah alokasi anggarannya. Semula proyek pembangunan rumah layak dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum, menjadi milik Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD).
“Dalam usulan yang diajukan oleh tersangka AM, tersebut ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah, di antaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak unik yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD),” lanjut Karyoto.
Awalnya usulan rancangan tersebut tidak mencapai kesepakatan. Kemudian Annas menawarkan sejumlah fasilitas berupa sejumlah uang dan pinjaman kendaraan untuk seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2014-2019.
“Karena usulan anggaran ini tidak ditemukan kesepakatan dengan pihak DPRD. Sehingga tersangka AM diduga menawarkan sejumlah uang dan adanya fasilitas lain berupa pinjaman kendaraan dinas bagi seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014 agar usulannya tersebut dapat disetujui,” ucapnya.
Usulan yang ditawarkan Annas kemudian diterima oleh Johar. Kemudian, untuk merealisasikan janji itu, Annas memberikan uang sekitar Rp 900 juta kepada sejumlah anggota DPRD Provinsi Riau.
“Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014 diduga tersangka AM merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp 900 juta,” tuturnya.
Kasus ini menjadi kasus kedua Annas Maamum berhadapan dengan KPK. Sebelumnya, Annas ditangkap terkait kasus suap alih fungsi hutan di Riau dan proyek di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.
Untuk perkara awal itu Annas Maamun divonis 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Lalu, pada 2018, Annas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas hukuman 6 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya. Namun ditolak dan vonisnya diperberat menjadi 7 tahun penjara.
Anehnya, Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden Jokowi pada Oktober 2019. Grasi tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 23/G Tahun 2019. Presiden Jokowi juga pernah menjelaskan soal pemberian grasi kepada Annas.
“Kenapa itu diberikan? Karena memang dari pertimbangan MA seperti itu. Pertimbangan yang kedua dari Menko Polhukam juga seperti itu. Yang ketiga, memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus, sehingga dari kacamata kemanusiaan itu (grasi) diberikan,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu, 27 November 2019.
“Tapi sekali lagi, atas pertimbangan MA, dan itu adalah hak yang diberikan kepada Presiden dan UUD,” imbuhnya.
Hampir setahun setelah bebas, Annas Maaum kembali meringkuk di sel KPK. Annas tidak terima dan mengajukan praperadilan. Tetapi ia akhirnya mencabutnya.
Discussion about this post