KABARLAH.COM, Pekanbaru – Pemerintah itu bekerja mesti menggunakan aturan. Tidak ada pekerjaan pemerintah jika tidak ada aturan. Jika dicermati SE BKN Nomor 2/SE/VII/2019 secara tegas menyebutkan bahwa masa jabatan setiap pelaksana tugas (Plt.) di setiap Organisasi Pemerintah Daerah (termasuk Sekretaris DPRD) adalah 3 bulan dan dapat diperpanjang lagi 3 bulan berikutnya.
Jika diperpanjang untuk 3 bulan berikutnya ini pun tentu mesti memiliki alasan yang jelas. Seperti yang terjadi di DKI Jakarta.
Terkait permasalahan Plt. Sekretaris DPRD Kota Pekanbaru yang hingga saat ini tidak ada penjelasan dari Walikota Pekanbaru, baik kepada DPRD Pekanbaru maupun kepada publik tentang kadaluarsanya masa jabatan Plt. Sekretaris Dewan.
Menanggapi permasalahan tersebut pengamat politik M. Zainuddin, S.IP., M.A mengatakan, Walikota Pekanbaru sebenarnya sudah melanggar aturan yang berlaku.
Sebaiknya, DPRD membuat laporan kepada pihak yang terkait dengan masalah ini, bisa melalui Komisi ASN hingga ke KemenpanRB. Tidak mungkin Walikota tidak tahu dengan aturan yang ada, masih segar aturannya, tahun 2019.
Sementara itu, DPRD sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan pelaksana tugas sekretaris dewan ini tentunya juga sudah mengetahui masalah ini. Mengapa dibiarkan?.
“Salah satu tugas DPRD adalah pengawasan, tidak hanya pengawasan Perda saja tentunya, melainkan juga kebijakan dalam bentuk non Perda. Kebijakan pemerintah daerah itu terkait dengan apa aturan yang ada dan apa yang dikerjakannya,” kata Zainuddin saat dikonfirmasi Kabarlah, Jum’at (20/08/2021).
Memang, sekretaris dewan tidak bertanggung jawab langsung kepada DPRD melainkan kepada walikota melalui stakeholder terkait, tetapi DPRD adalah user dari sekretaris dewan ini.
Jadi, jika dewan mengetahuinya maka sudah semestinya ini disikapi oleh pimpinan DPRD. Ada 2 model menyikapinya: pertama, lakukan komunikasi dengan walikota secara persuasif (lisan) dan kemudian represif (tulisan). Kedua, menggunakan senjata (wewenang) DPRD dalam hal pengawasan.
Apabila pimpinan DPRD tidak bisa menyelesaikan masalah legalitas sekretaris dewan ini yang notabene merupakan bobrok yang terjadi dalam rumah tangga sendiri, bagaimana mungkin kita berharap DPRD bisa kuat dan berdaya terhadap pemerintah (eksekutif) untuk hal-hal yang lebih besar yang menyangkut dengan hajat hidup masyarakat Kota Pekanbaru.
Zainuddin menerangkan, jika merujuk kepada aturan yang ada, bahwa satuan kerja (satker) yang dipimpin oleh seorang pelaksana tugas satker tidak bisa melakukan hal-hal seperti kewenangan yang dimiliki pimpinan satker yang defenitif.
Contohnya, tidak bisa melakukan terobosan atau perubahan atas rencana strategis dan rencana kerja satker, melainkan hanya pelaksana pada kerja-kerja rutin.
“Plt. Sekwan ini sudah berusia 16 bulan. Berarti tidak ada terobosan baru yang dilakukan di DPRD Pekanbaru. Hal ini bisa menyebabkan stagnan (jalan di tempat) pada lembaga legislatif lokal tersebut,” ungkap Zainuddin yang lagi menyelesaikan program Doktor Studi Kebijakan di UNAND.
Apakah ini bentuk kesengajaan walikota supaya ada bentuk pelemahan lembaga wakil rakyat tersebut secara sistematis? Ini namanya politik belah bambu.
Apakah ini ada hubungannya dengan persiapan pilkada 2024, atau ada kepentingan lain dalam bentuk penjagaan ‘aset’? entahlah, semua bisa berspekulasi.
Banyak hal yang bisa kita nilai dari permasalahan ini. Pertama, DPRD lemah terhadap pemerintah daerah (eksekutif) Pekanbaru. Kedua, stakeholder terkait tidak mengerti atau bahkan abai terhadap aturan yang ada. Ketiga, walikota lemah dalam memanajemen personalianya. Keempat, tidak ada kontrol atau pengawasan dari pihak KemenPANRB.
Discussion about this post