KABARLAH.COM, Pekanbaru – Idul Adha bukan semata hari diselenggarakannya penyembelihan hewan qurban. Dibalik momentum bernilai sosial tersebut, terselip banyak pelajaran berharga. Hikmahnya dapat dipakai untuk mendedah fenomena kehidupan; bahan intropeksi membentuk pribadi lebih baik; memperkuat komunitas dan lingkungan hingga tema kebangsaan. Mengacu ke bahasa, qurban (qurban) berasal dari kata qoruba yang berarti dekat atau sesuatu yang dekat atau mendekatkan diri. Kendati istilah qurban punya makna spesifik yakni pengorbanan ad dabihah atau al udhiyah yaitu pemotongan binatang ternak, namun penerapan dan spektrum kata qurban sangat luas. Bahkan ahli tafsir berkata apapun kebaikan yang dilakukan dan diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (kullu to’atin yataqorobu biha ilallahi ta’ala) pada prinsipnya masuk kategori qurbanun. Termasuk ibadah sholat, puasa, zakat juga merupakan bagian dari qurban. Begitujuga seseorang yang tengah menuntut ilmu, manakala proses belajar diniatkan mencari keridhaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT juga kategori qurban.
Perlunya melihat qurban dari perspektif luas selaras dengan tuntutan kekinian. Terlebih di tengah zaman yang serba terbalik dan paradoks. Mereka yang profesi dan aktivitasnya mengorbankan dan mendedikasikan seluruh hidup demi memperbaiki derajat insan bangsa dihargai murah. Sementara yang kerjanya membawa pengaruh tak baik dan mendegradasi moral anak negeri digaji tinggi, disanjung dan dipopulerkan lewat media. Kita juga mendapati sosok pendusta dan zalim dipuja-puji, sedangkan yang jujur dan menyuarakan kebenaran dibuli dan dikriminalisasi. Pemimpin dan penguasa yang diamanahi mengurus kepentingan bangsa dan rakyat justru sebaliknya, malah mengorbankan rakyat demi kepentingan segelintir kelompok atau mengakomodir hasrat oligarki. Subsidi rakyat dikurangi dengan seribu satu alasan. Tapi di sisi lain uang rakyat begitu mudah dihamburkan untuk proyek yang tak jelas prioritasnya.
Pengorbanan
Berangkat dari kondisi di atas, membuat topik qurban relevan diketengahkan. Sebagai ritual tertua di dunia yang diturunkan sejak Nabi Adam AS lalu disempurnakan pengorbanan nabi Ibrahim AS. Beliau bukan hanya nabi, tapi juga merepresentasikan jiwa kepemimpinan yang diidam-idamkan tiap era. Komitmen beliau menjalankan perintah Allah SWT tak diragukan lagi. Rela mengorbankan sesuatu yang paling dicintai. Tak terkecuali anak tercintanya Ismail AS. Sungguh tak mudah. Berkat sikap konsekuen mereka, kita bisa merasakan kemaslahatan Idul Adha yang menekankan semangat berbagi ke sesama dan yang membutuhkan. Menyoal aspek kepemimpinan Nabi Ibrahim AS telah disinggung dalam Al Quran. Bahwa beliau pemimpin segenap umat manusia, Inni jailuka linnasi imaman (Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi seluruh umat manusia). Nabi Ibrahim AS pernah berdoa agar kelak keturunannya juga bisa diangkat jadi pemimpin. Kemudian Allah SWT mempersyaratkan bahwa yang berhak menjadi pemimpin dari umat dan keturunanmu kelak hanyalah mereka yang tidak zalim La yanalu ahdi az Zhalimin. (QS. 2: 124). Syarat utama seorang pemimpin. Zalim dimaksud di sini bukan mengarah ke tindakan dan represi fisik saja. Ketika seorang pemimpin mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan kelompok tertentu; ketika rakyat ditindas dan hak mereka dikesampingkan atas nama pembangunan, investasi dan ekonomi; ketika pemimpin menelantarkan hak masyarakat yang telah diatur konstitusi, semua tergolong zalim.
Kisah Nabi Ibrahim AS contoh sempurna bagaimana idealnya seorang pemimpin: berani mengorbankan meski sesuatu yang paling disayangi demi kepentingan lebih besar. Selain itu beliau punya keberanian menolak kemapanan atau status quo. Menentang secara tegas ajakan orangtua, kaumnya dan tak takut terhadap ancaman penguasa yang menghendaki Nabi Ibrahim AS mempersekutukan Allah SWT. Penolakan beliau dilakukan dengan cara cerdas dan elegan sebagaimana diabadikan di Al Quran. Dari kisah beliau kita disadarkan bahwa qurban bukan bentuk kedermawanan kita. Sejatinya qurban merupakan manifestasi penaklukan atas hawa nafsu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga manusia paham bahwa dialah yang mengendalikan harta, tahta dan benda. Bukan sebaliknya malah diperbudak, yang ujungnya membawa jatuh ke jurang kehinaan.
Oleh karena itu, qurban sarana efektif yang menghantarkan manusia mencapai derajat paling mulia. Memang Tuhan menganugerahkan kita kehendak bebas untuk memilih. Ketika kita memilih jalan baik maka dihadapan Allah SWT itu sangat istimewa. Memilih menjadi baik sungguh tak mudah. Pasti selalu ada bisikan keraguan dan ketakutan serta tak jarang menuai ejekan dan hinaan. Tujuannya membuat lemah. Dengan begitu kita urung beraktivitas positif dan keluar dari sirkel orang-orang baik. Kalau sudah begini sebuah kerugian teramat besar. Padahal hambatan dan rintangan selalu menanti ketika kita beramal saleh. Nabi Ibrahim AS epik kolosal bentuk pengorbanan menempuh jalan kebaikan. Di luar kisah beliau, sejarah juga mencatat sosok-sosok kesohor yang mana mereka juga berkorban baik harta, jiwa dan raga. Sebab pengorbanan pondasi peradaban. Tanpa itu tiada kejayaan. Tengok kembali ke kisah Nabi Ibrahim AS. Buah ketakwaan, atas seizin Allah SWT di tanah gersang berkembang kota makmur penuh keberkahan. Semoga Allah SWT memudahkan langkah kita berqurban dan menempuh langkah kebaikan. Perbuatan baik tergantung kadar dan kesanggupan masing-masing. Kalau tak sanggup skala luas, cukup lingkungan terdekat. Tak sanggup juga setidaknya jangan sampai menghalangi dan mencemooh kebaikan atau malah bela keburukan. Mumpung di hari tasyrik, mari perbanyak ibadah baik yang bersifat vertikal yakni habluminallah dan horizontal berupa habluminannas seraya meningkatkan amalan berbagi ke sesama. Semoga kebiasaan baik di hari nan agung ini terus lestari hingga ke depannya.
H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU
Discussion about this post