KABARLAH.COM, Jakarta – Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih lesu di awal 2023 ini. Hal tersebut membuat banyaknya pabrik-pabrik pakaian jadi atau garmen melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawainya.
Salah satu yang terbaru adalah tumbangnya pabrik pemasok pakaian untuk brand Puma, PT Tuntex Garment Indonesia. Perusahaan tersebut melakukan PHK terhadap 1.163 pekerja.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan beberapa alasan banyaknya PHK yang dilakukan di pabrik garmen. Salah satunya karena pasar ekspor yang menurun.
“Kalau berdasarkan IKI kami, indeks kepercayaan industri, sektor pakaian jadi atau garmen atau subsektor pakaian jadi itu masih kontraksi atau nilai indeks IKInya di bawah 50,” ujarnya kepada detikcom, Rabu (5/4/2023).
“Karena sebagian besar subsektor pakaian jadi itu ekspor dan memang pasar ekspor pakaian jadi, terutama di Eropa, Amerika, itu sedang menurun karena rumah tangga di sana masih memprioritaskan pengeluaran atau belanja untuk hal-hal yang lain,” lanjutnya.
Hal ini, kata Febri, yang menekan permintaan atas produk pakaian jadi yang diproduksi oleh industri garmen nasional.
Febri sendiri juga tidak tahu kapan industri garmen dapat bangkit lagi. Hal itu karena tergantung dari permintaan pasar. Sebab, industri TPT itu 30% untuk ekspor dan 70% menjual di dalam negeri.
Senada, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Nurdin Setiawan mengungkapkan alasan menurunnya permintaan industri garmen dipicu oleh beberapa hal, salah satunya perlambatan ekonomi global.
“Terjadinya (penurunan) sudah dari awal 2022, sekarang ini sebenarnya masih rentetan dari 2022 ke semester 1 2023. Sejak kuartal II,III,IV-2022 itu order sudah mulai berkurang dampak dari perlambatan ekonomi global, akibat dari resesi ekonomi global, geopolitik, kemudian ditambah lagi ada stagflasi,” ujarnya kepada detikcom.
Menurutnya, dampak terbesar yang ditimbulkan dari menurunnya permintaan pasar akan dirasakan oleh perusahaan-perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor.
“Karena kalau sektor TPT ini dari hulu ke hilir, yang banyak dampak PHK itu di hilir karena perusahaan padat karya. Kalau di hulu itu kan lebih ke padat modal, mereka juga kena dampak, tetapi secara jumlah karyawan tidak sebesar di hilirnya, seperti di garmen,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2022, yang terganggu adalah industri TPT yang berorientasi ekspor. Terdapat rata-rata penurunan permintaan hingga 30-50%.
“Ekspor ke negara-negara tujuan, di mana negara-negara itu terkena resesi ekonomi, seperti di AS, Amerika Latin, Eropa itu kontribusinya hampir 50% dari market, produk tekstil untuk ekspor, terutama di pakaian jadi,” paparnya.
Discussion about this post