KABARLAH.COM, – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar Front Pembela Islam (FPI) meluncurkan Buku Putih TP3 terkait penembakan enam orang laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek Km 50. Tim TP3 mengklaim buku ini menyajikan sejumlah hasil temuan, termasuk soal temuan keterlibatan kekuatan bersenjata lain dalam kasus ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris TP3 Marwan Batubara dalam jumpa pers peluncuran Buku Putih TP3 yang disiarkan lewat YouTube, Rabu (7/7/2021). Buku ini disusun dan diterbitkan oleh TP3.
Marwan Batubara menjelaskan, misi pokok TP3 adalah melakukan pengawalan dalam menjalankan misinya. Misi tersebut antara lain menguji kebenaran langkah dan pernyataan pemerintah maupun penegak hukum sehubungan dengan kasus pembunuhan 6 laskar FPI di Km 50.
Keberadaan TP3 menurut Marwan adalah perwujudan peran serta masyarakat yang oleh pasal 100 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 memang diberikan hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia (HAM).
Marwan melanjutkan, buku putih TP3 ini banyak membeberkan fakta dan analisis yang belum pernah dibuat media massa, terlebih media arus utama atau mainstream.
“Buku ini akan menyajikan hasil temuan dan kajian bahwa pembunuhan terhadap 6 pengawal HRS bukan merupakan tindak pidana biasa dan bukan dilakukan hanya oleh polisi saja namun melibatkan kekuatan bersenjata lain dan aparat negara lain secara sistematis,” kata Marwan.
“Oleh karena itu, pembunuhan terhadap 6 pengawal HRS merupakan kejahatan yang memenuhi kriteria sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga merupakan pelanggaran HAM berat yang mengharuskan diselenggarakannya pengadilan HAM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” sambungnya.
Buku putih ini, menurut Marwan, sebagai bagian dari ikhtiar TP3 mencari dan mengungkap kebenaran, menyampaikan fakta dan kajian secara tertulis. Buku putih ini juga merupakan jawaban atas sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempersilakan TP3 menyampaikan temuan dan hasil kajian untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam penuntasan peristiwa ini.
“Janji Presiden untuk menangani perkara ini secara transparan adil dan dapat diterima oleh publik hanyalah mungkin jika pengadilan HAM digelar serta menggunakan fasilitas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 yang memberikan kesempatan untuk dapat mengajak peran serta TP3 dan atau masyarakat pegiat HAM sebagai anggota ad hoc penyidik, ad hoc penyelidik dan ad hoc penuntut umum dan hakim ad hoc dalam pengadilan ham yang jika nanti akan benar-benar diselenggarakan,” jelasnya.
“Selain itu hal yang lebih penting adalah bahwa buku putih ini dapat menjawab pertanyaan publik perihal bagaimana dan siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut,” sambung Marwan.
Sebelumnya, Komnas HAM telah meminta TP3 membawa ke polisi jika memang punya bukti ada eksekutor lain dalam peristiwa di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.
“Kalau TP3 menyampaikan ada kemungkinan eksekutor lain dan memiliki bukti yang memperkuat hal tersebut, sebaiknya dibawa ke polisi untuk menambah lengkapnya penyidikan kepolisian terkait peristiwa Karawang tersebut,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, ketika dihubungi, Jumat (12/3/2021).
Selama melakukan proses investigasi, Beka dan tim tidak menemukan eksekutor lain atau ciri yang dimaksud olehTP3. Hanya, Komnas HAM menemukan pasukan bersenjata yang bersiaga di beberapa titik untuk pengamanan jalur vaksin COVID-19.
“Temuan Komnas adalah ada pasukan bersenjata yang bersiaga di beberapa titik sepanjang jalan tol, tetapi pasukan tersebut untuk pengamanan jalur vaksin dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bio Farma Bandung,” ujarnya.
Discussion about this post