KABARLAH.COM – Tidakkah hati kita terguncang saat bertanya pada diri sendiri: Untuk apa kita merdeka? Apakah kemerdekaan hanya sebatas bebas mengibarkan bendera, menggelar upacara, dan memanggul senjata pada masa perang? Ataukah kemerdekaan punya makna yang lebih dalam—makna yang langsung terkait dengan misi hidup kita sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi?
Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan bagi Allah kemuliaan itu, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Munafiqun: 8)
Kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan yang mengembalikan izzah (kemuliaan) kita di hadapan Allah, bukan sekadar di hadapan manusia.
Kemerdekaan yang Dipahami Secara Sempit
Hari ini, banyak di antara kita memandang kemerdekaan secara dangkal. Kita menyempitkannya menjadi kebebasan fisik dari penjajahan asing. Padahal, bisa jadi kita lepas dari belenggu kolonial, namun terikat kuat oleh belenggu hawa nafsu, penjajahan budaya, ketergantungan ekonomi, dan kerusakan moral.
Bukankah Allah telah memperingatkan kita?
فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
“Janganlah engkau mengikuti orang-orang yang mendustakan (kebenaran). Mereka ingin agar engkau bersikap lunak, lalu mereka pun akan bersikap lunak (dalam kemunafikan).” (QS. Al-Qalam: 8–9)
Jika kemerdekaan hanya diartikan sebagai lepas dari penjajah kulit putih, namun kita tunduk pada penjajahan nilai, gaya hidup, dan pola pikir Barat yang menghapus identitas Islam, maka kita belum merdeka!
Kemerdekaan adalah Amanah
Wahai kaum Muslimin,
Kemerdekaan itu bukan hadiah yang bisa kita sia-siakan. Ia adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Para pendiri bangsa ini—termasuk para ulama—memerdekakan negeri bukan hanya untuk membangun negara demokratis, tetapi agar umat Islam dapat beribadah dengan leluasa, menegakkan syariat, dan memakmurkan bumi dengan nilai-nilai Qur’ani.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya imam (pemimpin) itu adalah perisai, di belakangnya orang-orang berperang dan dengannya mereka berlindung.” (HR. Bukhari dan Muslim)uii
Kemerdekaan berarti kita punya “perisai” untuk melindungi iman dan peradaban kita. Tetapi jika perisai itu retak—jikauh kemerdekaan digunakan untuk merusak akidah, membiarkan maksiat, atau menjual sumber daya kepada asing—maka amanah itu telah dikhianati.
Merdeka dari Segala Bentuk Perbudakan
Ingatlah, inti risalah para Nabi adalah memerdekakan manusia dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah.
Imam Ibnul Qayyim berkata:
“Kebebasan yang hakiki adalah terbebasnya hati dari perbudakan kepada selain Allah.”
Kita mungkin merdeka dari penjajah Belanda atau Jepang, tetapi apakah hati kita sudah merdeka dari riba, dari budaya hedonisme, dari mental pengemis bantuan asing, dan dari rasa rendah diri di hadapan peradaban kafir?
Jika tidak, kita ibarat burung yang pintu sangkarnya terbuka, tetapi sayapnya patah.
Kemerdekaan Harus Menghasilkan Kejayaan
Wahai saudaraku, kemerdekaan yang sejati harus melahirkan kekuatan umat, bukan kelemahan.
Allah memerintahkan:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. Al-Anfal: 60)
Kemerdekaan yang tidak berbuah kekuatan hanyalah kemerdekaan semu. Kita boleh bangga dengan bendera dan lagu kebangsaan, tetapi jika umat ini lemah secara ekonomi, terpecah-belah secara politik, dan kalah secara teknologi, maka kita tetap akan menjadi pecundang di pentas dunia.
Kemerdekaan dan Misi Peradaban
Kita perlu ingat, kemerdekaan bukan tujuan akhir, melainkan sarana. Tujuannya adalah menunaikan peran kita sebagai umat terbaik:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Kemerdekaan adalah panggung untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Jika kemerdekaan digunakan untuk mempromosikan maksiat, pornografi, dan kerusakan moral, maka panggung itu telah dirampas oleh musuh-musuh Allah.
Kemerdekaan Butuh Penjagaan
Kemerdekaan bisa hilang bila tidak dijaga. Nabi ﷺ mengingatkan:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا، لا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kalian berjual-beli dengan cara ‘inah (riba terselubung), sibuk dengan peternakan, puas dengan pertanian (hingga melupakan jihad), dan meninggalkan jihad, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, yang tidak akan diangkat hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Pesan ini jelas: kemerdekaan tak akan bertahan jika kita meninggalkan prinsip agama.
Seruan Penutup
Wahai umat Muhammad ﷺ,
Kita merdeka agar bebas beribadah kepada Allah, bukan bebas bermaksiat. Kita merdeka agar dapat menegakkan hukum-Nya, bukan menyingkirkannya. Kita merdeka agar bisa membangun peradaban Islam yang mulia, bukan menjadi penonton dalam panggung peradaban orang lain.
Mari kita tanyakan pada diri kita:
Apakah kemerdekaan ini sudah kita isi dengan amal shalih?
Apakah ia sudah kita jaga dari perampasan musuh?
Apakah kita sudah menunaikan amanah para syuhada yang gugur demi kemerdekaan ini?
Ingatlah, kemerdekaan tanpa iman hanyalah jalan menuju kehancuran. Tetapi kemerdekaan yang diiringi iman dan amal shalih adalah pintu menuju kejayaan dunia dan akhirat.
اللهم اجعل هذا البلد آمناً مطمئناً، سخاءً رخاءً، وسائر بلاد المسلمين.
اللهم وفقنا لاستعمال نعمة الحرية في طاعتك، وبارك لنا في ديننا ودنيانا، واجعلنا من عبادك الصالحين.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.