KABARLAH.COM, Pekanbaru – Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan kekerasan terhadap anak yang terjadi di salah satu tempat penitipan anak (day care) bernama Early Steps di Pekanbaru. Adapun korban Balita berusia empat tahun. Singkat cerita, peristiwa yang terjadi di bulan Mei 2024 ini terungkap setelah pengasuh di daycare tersebut menghubungi dan membeberkan kejadian ke orangtua korban. Pengasuh juga memberikan bukti video dan foto kepada ibu korban. Dalam video terlihat kedua kaki korban diikatkan ke kaki kursi menggunakan lakban. Mulut korban juga dilakban. Pengasuh merekam video secara diam-diam karena merasa terintimidasi oleh pelaku. Tapi kasihan dan tak tega melihat sang anak diperlakukan kasar. Perlakuan tidak berhenti di situ saja, makanan bekal anak dari rumah pun disita pelaku. Orangtua korban lalu melapor ke Polresta Pekanbaru tertanggal 31 Mei 2024. Waktu itu pemiliknya ditetapkan sebagai tersangka, tapi tidak ditahan asbab ancaman pidana hukuman di bawah lima tahun. Baru 9 Agustus 2024 Polisi akhirnya menahan pemilik dan pengasuh yang terlibat dalam penganiayaan.
Paska kejadian, Pihak Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menginvestigasi dan mengambil tindakan. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekanbaru melakukan penyegelan dan penutupan. Perihal investigasi, setelah ditelusuri ternyata daycare tersebut tidak mengantongi izin. Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru menyatakan tak pernah mengeluarkan rekomendasi dan menerbitkan izin. Kami mengapresiasi respon cepat Pemko Pekanbaru lewat pelibatan Satpol PP, Komisi Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat serta Dinas Penanam Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Namun, selaku anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau yang membidangi Perlindungan Anak, meminta aksi preventif lebih masif lagi. Permintaan ini terkhusus kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota supaya dapat memeriksa perizinan seluruh tempat penitipan anak di Provinsi Riau. Langkah dinilai urgen mengingat catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa lebih 50 persen daycare di Indonesia ilegal. Bahkan Komisioner KPAI Diyah Puspitarini bilang di Pekanbaru tidak satupun punya izin. “Temuan kami, daycare di Indonesia banyak yang tidak berizin. Sebagai contoh, di Depok 110 hanya 12 yang berizin, di Pekanbaru belum berizin semua. Itu setelah kami pengawasan,” Ujarnya.
Temuan di atas tentu mengkhawatirkan. Perkara perizinan operasional daycare harus mendapat perhatian pengambil kebijakan. Selain bentuk kehadiran Negara (baca: Pemerintah) dalam rangka memberi rasa nyaman ke warga yang menitipkan anaknya, perkara izin diyakini dapat membantu pencegahan terulangnya kasus kekerasan terhadap anak ke depan. Sebab bakal terdata. Terlebih zaman sekarang daycare begitu menjamur. Kehadirannya wajar. Sesuai prinsip ekonomi, ada permintaan ada barang. Ini dampak perubahan fenomena sosial. Karena banyak kalangan orangtua keduanya bekerja di waktu yang sama. Data KPAI memaparkan 75 persen keluarga Indonesia mengalihkan pengasuhan anak kepada orang lain, baik temporer atau permanen. Artinya, kebutuhan pengalihan pengasuhan fakta yang tidak bisa diabaikan. Problem kian kompleks mengingat sistem kekeluargaan yang semula eksis di masyarakat, semisal menitipkan anak ke kalangan keluarga semisal tante, orangtua, mertua atau orang-orang terdekat yang dipercaya, dihadapkan pada krisis sosial. Berangkat dari sini, lunturnya kepercayaan terhadap orang terdekat ditambah daycare tidak terkelola jelas bikin frustasi jika tidak segera dibenahi.
Bicara perizinan, kebijaksanaan Pemerintah mulai pusat hingga daerah kata kunci. Sebagai regulator, disini ujiannya. Di satu sisi, agar warga membuka daycare memiliki izin tentu pengurusan jangan dipersulit. Menyoal kewenangan, terdapat tiga kementerian menangani perizinan. Ketiga kementerian dimaksud Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Sosial (Kemensos) serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Paling banyak belum berizin di bawah Kemendikbudristek. Di tingkat daerah, pengurusan izin PAUD, KB hingga daycare berada di DPMPTSP, adapun rekomendasi penerbitan dari Disdik. Di sisi lain, kemudahan pengurusan bukan berarti melonggarkan standar. Mesti ada regulasi khusus teruntuk daycare. Sehingga kriteria utama seperti kapasitas dan kapabilitas perawat/pengasuh dapat terjawab. Apakah sudah terseleksi dengan baik? Sudahkah mendapat pelatihan memadai? Serta apakah perilaku dan kinerjanya terpantau? Pertanyaan barusan fundamental. Sebagus apapun kualitas seseorang, bisa saja tiba-tiba kehilangan kendali. Apatah lagi tanpa seleksi. Belajar dari kasus, sosok pemilik Wensen School Indonesia Daycare yang sempat viral baru-baru ini karena aksi kekerasan ke anak di daycare miliknya justru seorang influencer yang kerap membagikan informasi mengenai ilmu parenting. Followers-nya di media sosial bahkan ratusan ribu. Intinya, status bukan jaminan kecakapan menjadi pengasuh anak.
Berdasarkan pemaparan, pihak eksekutif terutama Pemda diharapkan dapat merumuskan bersama pemangku kepentingan mencari solusi terbaik agar kualitas daycare di Indonesia lebih berstandar dan kualitas pelayanan semakin baik. Menuju ke sana diperlukan perubahan mendasar regulasi dan kebijakan. Kasus kekerasan terhadap anak di daycare seumpama gunung es. Boleh jadi banyak belum terpublikasi akibat satu lain hal, semisal orangtua korban tidak melapor. Terakhir namun tak kalah penting, disamping penekanan Negara menjalankan amanah konstitusi, orangtua diminta lebih berhati-hati. Memang bagaimanapun pengasuhan oleh orangtua opsi terbaik dan tidak tergantikan. Apalagi Batita atau Balita usia emas. Fase yang tak akan terulang lagi. Untuk itu, memastikan tumbuh kembangnya penuh perhatian secara fisik dan mental amat menentukan masa depannya. Banyak orang-orang bermasalah saat dewasa bermula masa kanak-kanaknya problematik. Entah itu perlakuan tidak menyenangkan atau kekerasan dari orang terdekat atau lingkungan. Akan tetapi, bila kondisi tidak memungkinkan, orangtua diminta lebih mawas memilih daycare. Kenali perizinan dan profil usaha, pengalaman, siapa pendirinya termasuk meminta informasi latar belakang pendidikan pengasuhnya serta mengutamakan daycare yang memiliki kamera pengawas atau CCTV dan selalu bertanya ke anak atau memantau perubahan perilakunya. Apabila didapati persoalan kekerasan menimpa anak, harap melaporkan ke pihak terkait.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU