BerandaInspirasiNasehatOase Dakwah: Nasehat Seorang Mukmin bagi Saudaranya

Oase Dakwah: Nasehat Seorang Mukmin bagi Saudaranya

spot_img

KABARLAH.COM, Pekanbaru – Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang menautkan hati-hati para mukmin dalam jalinan kasih dan keimanan. Dialah yang menjadikan nasihat sebagai cermin cinta, dan saling menasihati sebagai tanda hidupnya hati. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang penebar kasih dan pelita kebenaran yang bersabda:

“Agama itu adalah nasihat.”
Kami berkata, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda, “Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum Muslimin, dan untuk kaum Muslimin seluruhnya.”
(HR. Muslim no. 55)

Hakikat Nasihat dalam Cahaya Ruhani

Dalam Fathur Rabbani, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan bahwa nasihat seorang mukmin kepada saudaranya bukan sekadar petuah lisan, melainkan pancaran rahmat dari hati yang bersih. Nasihat sejati lahir dari hati yang telah disinari oleh tauhid dan kasih sayang.

Syekh berkata:

“Seorang mukmin tidaklah menasihati saudaranya melainkan karena ingin menyelamatkannya dari bahaya dan menuntunnya menuju Allah. Bila nasihat itu lahir dari hati yang bersih, maka ia bagaikan obat yang menyembuhkan.”

Artinya, nasihat sejati bukan untuk menghakimi, melainkan menghidupkan hati. Ia bukan tudingan, tapi pelukan kasih agar saudaranya kembali ke jalan Allah.

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 2)

Ayat ini menegaskan bahwa menasihati adalah bagian dari ta‘āwun ‘alal birri wat taqwā — saling menuntun dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan dalam cela atau aib.

Adab Memberi Nasihat: Menyentuh Tanpa Melukai

“Janganlah engkau menasihati saudaramu di hadapan orang banyak, sebab nasihat di hadapan manusia adalah celaan. Namun nasihatlah ia dengan lembut, dengan kasih, dengan doa di hatimu sebelum kata di lisanmu.”
Demikian syekh al- Jailani mengajarkan.

Ini menunjukkan bahwa nasihat harus beradab dan penuh rahmah. Dalam sunnah Nabi ﷺ, beliau tidak pernah mempermalukan seseorang. Bila ada yang salah, Rasulullah berkata, “Mengapa ada orang di antara kalian yang melakukan hal ini…” tanpa menyebut nama. (HR. Bukhari dan Muslim)

Nasihat yang tulus bagaikan hujan yang menetes lembut, ia menumbuhkan tanpa melukai. Sedangkan nasihat yang diucap dengan ego, bagaikan badai, yang justru merobohkan.

Nasihat: Tanda Hidupnya Iman

Syekh al-Jailani menegaskan bahwa nasihat adalah ruh dari ukhuwah (persaudaraan). Bila seorang mukmin diam melihat saudaranya dalam dosa, padahal ia mampu mengingatkan, berarti ia telah memutus tali cinta yang Allah hubungkan.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Ḥujurat [49]: 10)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Maka, mencintai saudara berarti menjaganya dari api neraka, bukan sekadar memberinya kenyamanan dunia. Menasihati adalah bukti cinta yang paling luhur, sebab ia menyelamatkan, bukan menyenangkan semata.

Syarat Ruhani Seorang Penasihat

Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberi peringatan penting:

“Janganlah engkau menasihati sebelum engkau sendiri menasihati dirimu. Sebab nasihat tanpa amal adalah suara tanpa ruh.”

Artinya, nasihat baru berdaya ketika keluar dari hati yang sudah menegakkan apa yang dikatakan. Ia seperti lentera yang menyala karena minyak keikhlasan. Bila hati kotor, nasihat pun hampa.

Allah ﷻ berfirman dengan tajam:

“Apakah kamu menyuruh manusia (mengerjakan) kebajikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu berpikir?”
(QS. Al-Baqarah [2]: 44)

Rasulullah ﷺ juga mengingatkan:

“Pada hari kiamat, akan didatangkan seorang lelaki yang dilemparkan ke neraka. Ususnya keluar, lalu ia berputar-putar seperti keledai mengelilingi penggilingannya. Lalu para penghuni neraka bertanya: Bukankah engkau dahulu memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran? Ia menjawab: Benar, tetapi aku tidak melakukannya sendiri.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Maka, seorang mukmin harus membersihkan niatnya: menasihati karena Allah, bukan karena ingin merasa benar.

Nasihat Sebagai Jalan Tazkiyah

Nasihat merupakan cara Allah menyucikan hati kita. Ketika kita menasihati, Allah sebenarnya sedang menasihati kita kembali, agar kita tidak sombong, tidak merasa lebih suci. Sebab hakikatnya, kedua pihak sama-sama butuh rahmat Allah.

“Barang siapa menasihati karena Allah, maka Allah akan menjaganya dari kesombongan dan menghiasinya dengan kasih,” tulis beliau dalam Fathur Rabbani.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika ia melihat sesuatu yang buruk pada saudaranya, maka ia memperbaikinya.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Maka, nasihat bukan cermin untuk menghakimi, tapi untuk saling memperbaiki wajah ruhani kita agar jernih di hadapan Allah.

Buah dari Nasihat yang Ikhlas

Apabila nasihat dilakukan dengan adab dan kasih, maka Allah akan menumbuhkan buah-buah indah darinya:

Pertama. Hati menjadi lembut. Sebab nasihat adalah doa dalam bentuk kata.

Kedua. Persaudaraan menjadi kuat. Sebab nasihat menghidupkan kepercayaan dan saling peduli.

Ketiga. Masyarakat menjadi beradab. Karena tiap orang merasa dijaga, bukan dihakimi.

Keempat. Cinta Ilahi memayungi. Sebab Allah mencintai mereka yang saling mencintai karena-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Bila satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak bisa tidur.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Refleksi Ruhani

Syekh Abdul Qadir al-Jailani nasihat kita dengan kalimat lembut:

“Jadilah engkau mata yang melihat kebaikan pada saudaramu, dan tangan yang menutupi kekurangannya. Sebab nasihat adalah kasih yang disampaikan dengan rahasia.”

Inilah akhlak para salik sejati, menasihati dengan hati, bukan dengan amarah; dengan rahmah, bukan dengan rasa ingin menang. Nasihat mereka menjadi cahaya, bukan luka.

Akhiran

Wahai saudara seiman, dalam dunia yang hiruk pikuk dengan kebisingan opini dan kritik, nasihat yang lahir dari hati mukmin adalah anugerah yang langka.

Marilah kita hidupkan kembali sunnah indah ini, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
(QS. Al-‘Ashr [103]: 1–3)

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang mampu menasihati dengan kasih, menegur dengan lembut, dan menerima nasihat dengan lapang hati.
Sebab di situlah tanda hidupnya iman, ketika cinta menjadi bahasa, dan nasihat menjadi jalan menuju Allah Yang Maha Lembut.

اللهم اجعلنا من الناصحين المخلصين، واهدنا إلى سواء السبيل.
Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img