BerandaInspirasiNasehatOase Dakwah: Mencintai Allah

Oase Dakwah: Mencintai Allah

spot_img

KABARLAH.COM, Pekanbaru – Segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta cinta dan sumber segala kasih. Dialah yang menjadikan cinta sebagai ruh ibadah dan ma‘rifat (pengenalan kepada-Nya) sebagai buah dari cinta itu. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kekasih Allah yang menjadi teladan bagi para pecinta sejati, yang bersabda:

“Seseorang akan bersama dengan yang ia cintai.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Cinta kepada Allah bukan sekadar getaran lembut di hati, melainkan perjalanan panjang menuju keabadian. Ia adalah jalan yang menuntut kesungguhan, pengorbanan, dan keikhlasan. Dalam Fathur Rabbani, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan bahwa mencintai Allah berarti memutus semua ikatan hati dari selain-Nya, dan mengikat seluruh cinta, harap, serta takut hanya kepada-Nya.

Cinta yang Melahirkan Ketaatan

Cinta sejati bukan sekadar kata, melainkan ketaatan nyata. Syekh Abdul Qadir berkata:

“Cinta itu bukan kata-kata yang diucapkan oleh lidah, tetapi amal yang terlihat dalam ketaatan.”

Allah ﷻ SWT berfirman:

“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.”
(QS. Āli ‘Imran [3]: 31)

Ayat ini disebut “ayat ujian cinta” , karena cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan meneladani Rasulullah saw. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din menulis:

“Tanda cinta kepada Allah adalah mengikuti sunnah Nabi, sebab beliau adalah cermin kehendak Allah di bumi.”

Cinta sejati tidak banyak bicara, tapi banyak taat. Ia tidak bertanya, “Mengapa aku diuji?”, melainkan berkata, “Alhamdulillah, Allah masih mengingatku.”

Cinta yang Mengosongkan Hati dari Dunia

Syekh Abdul Qadir al-Jailani berpesan:

“Cinta kepada Allah tak akan masuk ke hati yang masih penuh cinta dunia. Karena cinta dunia adalah api yang membakar cinta Ilahi.”

Mencintai Allah bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi membersihkan hati dari rasa bergantung padanya. Nabi SAW bersabda:

“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.”
(HR. Ibn Majah)

Ibn al-Qayyim berkata:

“Dua cinta tidak mungkin berkumpul dalam satu hati: cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia yang berlebihan.”

Maka, seorang pecinta sejati tetap bekerja, berdagang, dan berjuang, namun hatinya hanya berpaut pada Allah. Dunia dijadikan ladang untuk menanam amal, bukan tempat untuk menetap.

Cinta yang Teruji dengan Ujian

Cinta sejati selalu diuji. Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata:

“Allah menguji hamba yang dicintai-Nya agar tampak kebenaran cintanya. Sebab cinta tanpa sabar hanyalah dusta.”

Allah SWT berfirman:

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata: ‘Kami telah beriman,’ sedangkan mereka tidak diuji?”
(QS. al-‘Ankabut [29]: 2)

Imam Ibn ‘Atha’illah al-Sakandari menulis dalam al-Hikam:

“Cinta yang benar adalah ketika engkau ridha atas takdir Kekasihmu, meskipun engkau tidak memahami rahasia di baliknya.”

Ujian adalah tanda kasih. Saat kehilangan, kesakitan, atau kesendirian datang, pecinta sejati tidak menjauh, tetapi semakin dekat. Syekh al-Jailani mengingatkan:

“Bila engkau bersabar, Allah akan memperindahmu dengan cahaya cinta-Nya.”

Cinta yang bertahan dalam ujian akan naik derajat menjadi ma‘rifatullah — pengenalan sejati kepada Allah.

Cinta yang Hidup dalam Zikir dan Syukur

Zikir adalah napasnya cinta. Syekh al-Jailani berkata:

“Jangan biarkan lidahmu kering dari mengingat Allah, sebab cinta hidup dengan zikir. Bila engkau lalai dari zikir, cinta akan mati.”

Allah SWT berfirman:

“Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian.”
(QS. al-Baqarah [2]: 152)

Bagi para pecinta, zikir bukan rutinitas, melainkan percakapan rahasia dengan Kekasih. Imam al-Junaid al-Baghdadi berkata:

“Cinta adalah keadaan di mana engkau tenggelam dalam mengingat Allah hingga tak tersisa ruang bagi selain-Nya.”

Zikir menyalakan api cinta, dan syukur menjaga apinya agar tetap menyala. Nabi saw bersabda:

“Sungguh menakjubkan keadaan orang beriman; semua urusannya baik baginya. Bila mendapat nikmat, ia bersyukur; bila diuji, ia bersabar.”
(HR. Muslim)

Cinta tanpa zikir adalah kering, dan cinta tanpa syukur adalah rapuh.

Cinta yang Mengantarkan ke Ma‘rifat

Puncak cinta adalah ma‘rifatullah, mengenal Allah dengan hati yang hidup. Syekh al-Jailani berkata:

“Cinta adalah pintu ma‘rifat. Siapa yang mencintai Allah dengan ikhlas, maka Allah akan memperkenalkannya kepada diri-Nya.”

Ibadahnya bukan lagi kewajiban, melainkan perjumpaan dengan Kekasih. Ia beribadah karena rindu, bukan karena takut.

Allah SWT berfirman:

“Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.”
(QS. al-Maidah [5]: 54)

Sufyan ats-Tsauri berkata:

“Tanda cinta kepada Allah adalah ketika engkau lebih senang mengingat-Nya daripada mengingat dunia.”

Bila cinta sudah berakar di hati, ibadah terasa nikmat, ujian menjadi lembut, dan hidup menjadi ibadah yang indah.

Jalan Cinta yang Tak Pernah Usai

Syekh Abdul Qadir al-Jailani menutup nasihatnya dengan kalimat penuh makna:

“Cinta kepada Allah tak memiliki ujung. Setiap kali engkau merasa telah sampai, sesungguhnya engkau baru memulai. Karena lautan cinta-Nya tiada bertepi.”

Cinta kepada Allah bukan sekadar perasaan sesaat, tapi perjalanan tanpa akhir, setiap langkahnya memperdalam kerinduan.

Al-Habib Ali al-Jifri menambahkan:

“Cinta kepada Allah adalah perjalanan yang menghidupkan hati. Siapa yang terus berjalan, Allah akan membimbingnya hingga bertemu dengan-Nya.”

Maka, bersihkanlah hatimu dari selain Allah. Perbanyaklah zikir, ikutilah sunnah Nabi SAW dan bersabarlah dalam setiap takdir. Karena cinta sejati bukan berhenti di bibir, tapi bersemayam di hati yang tunduk dan terwujud dalam amal yang hidup.

Cinta kepada Allah adalah perjalanan abadi yang menumbuhkan zikir, melahirkan sabar, dan menyalakan cahaya ma‘rifat di dada. Barangsiapa berjalan di jalan cinta ini dengan ikhlas, maka Allah akan menuntunnya menuju keindahan yang tak terlukiskan,cinta yang berakhir di pintu surga.

“Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.”
(QS. al-Maidah [5]: 54)

“Hiduplah dengan cinta kepada Allah, karena hanya dengan cinta itulah hati menjadi tenang, amal menjadi ringan, dan hidup menjadi berarti.”

Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img