KABARLAH.COM – Segala puji bagi Allah ﷻ, Dzat yang menurunkan cahaya-Nya bagi hati yang bersih dan jiwa yang suci lagi ikhlas. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa risalah yang mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Saudaraku, hidup ini bukan sekadar rutinitas yang berlalu dari pagi ke malam, dari hari ke hari. Hidup adalah perjalanan ruhani. Setiap langkah yang kita tempuh, setiap pilihan yang kita ambil, akan menentukan apakah kita berjalan menuju cahaya Allah atau terperangkap dalam kegelapan hawa nafsu.
Syeikh al-imam Hasan al-Banna, seorang murabbi agung sekaligus mujahid dakwah, dalam risalahnya Ilā an-Nūr menegaskan: “Manusia akan binasa jika tetap berdiam dalam kegelapan syahwat, syubhat, dan kelalaian. Hanya cahaya Allah yang mampu menyelamatkan.” Kalimat ini bukan sekadar peringatan, tetapi undangan penuh cinta agar kita kembali ke jalan cahaya.
Allah ﷻ berfirman:
Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. (QS. al-Baqarah: 257)
Inilah janji Allah. Siapa yang beriman dan berserah diri, akan Dia tuntun keluar dari kegelapan menuju cahaya.
Membersihkan Jiwa dari Kegelapan
Saudaraku, kegelapan bukan hanya maksiat yang terlihat di mata. Ia juga bisa berupa kecintaan berlebihan pada dunia, keraguan dalam keyakinan (syubhat), hingga dosa-dosa kecil yang menumpuk tanpa kita sadari. Nabi ﷺ memberi perumpamaan:
Jika seorang hamba berbuat dosa, maka akan muncul titik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan dosa, dan memohon ampun, maka hatinya kembali bersih. Jika ia terus mengulang dosa, maka titik hitam itu terus bertambah hingga menutupi hatinya. (HR. Tirmidzi).
Karena itu, tazkiyah an-nafs (penyucian jiwa) menjadi pintu awal menuju cahaya. Bahwasanya seorang muslim harus rajin bertaubat, menjaga muhasabah harian, dan hidup dengan muraqabah selalu sadar bahwa Allah sedang mengawasi.
Sayyid Qutb, seorang ulama pergerakan kontemporer, menulis dalam Fi Zhilal al-Qur’an: “Cahaya iman tidak akan bersinar di hati yang berdebu oleh syahwat. Ia hanya akan hadir pada hati yang bersih, yang selalu merasakan kehadiran Allah.”
Cahaya Iman dan Amal
Iman yang hanya berhenti di hati tidak cukup.sebab “Iman tanpa amal laksana pelita tanpa minyak; ia tidak mampu menerangi.”
Maka iman harus diterjemahkan dalam amal:
Shalat yang khusyuk sebagai tiang cahaya.
Membaca Al-Qur’an yang memandu langkah.
Zikir harian yang menghidupkan hati.
Dakwah yang menyalakan cahaya bagi umat.
Nabi ﷺ bersabda:
Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, dan sabar adalah sinar. (HR. Muslim).
Buya Hamka, seorang ulama pergerakan di Nusantara, menulis dalam Tasauf Modern: “Iman yang benar akan melahirkan amal yang nyata. Jika iman hanya berhenti di lidah, ia tidak akan menyalakan apa-apa selain fatamorgana.”
Perjalanan Menuju Allah
Risalah Ilā an-Nūr menggambarkan perjalanan ruhani sebagai pendakian menuju Allah. Jalan ini memiliki tahapan:
- Taubat : keberanian meninggalkan dosa.
- Istiqamah : konsistensi dalam ibadah dan adab.
- Ikhlas : memurnikan niat semata-mata karena Allah.
- Mujahadah : perjuangan melawan hawa nafsu dan syetan.
Semakin tinggi seseorang mendaki, semakin kuat cahaya Allah dalam hatinya.
Syeikh Ramadhan al-Buthi, pernah menulis: “Jalan menuju Allah itu panjang, penuh ujian, namun manis bagi mereka yang hatinya dipenuhi cahaya. Sebab, setiap langkah menuju Allah adalah langkah menuju kehidupan yang lebih hakiki.”
Menjadi Pelita Cahaya bagi Umat
Saudaraku, risalah ini tidak berhenti pada pencerahan diri. Seorang mukmin sejati bukan hanya penerima cahaya, tapi juga penyebar cahaya.
Nabi ﷺ bersabda:
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. (HR. Thabrani).
Al-Imam Hasan al-Banna menekankan pentingnya dakwah sebagai wujud cinta. Dengan lisan yang santun, tulisan yang mencerahkan, amal yang nyata, dan teladan hidup yang konsisten, seorang mukmin akan menjadi pelita yang menerangi keluarga, masyarakat, dan umat.
Syekh Dr. Yusuf al-Qaradawi, ulama pergerakan abad ini, berkata: “Umat ini membutuhkan orang-orang yang menjadi pelita: yang memandu dengan ilmunya, menerangi dengan akhlaknya, dan menghangatkan dengan kasih sayangnya.”
Doa Menuju Cahaya
Di akhir risalahnya, b3liau menutup dengan doa yang sejalan dengan doa Rasulullah ﷺ:
Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lisanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, dan jadikanlah seluruh diriku cahaya. (HR. Bukhari & Muslim)
Doa ini mengajarkan bahwa cahaya Allah bukan hanya untuk ibadah ritual, melainkan untuk menjiwai seluruh aspek kehidupan: dalam bekerja, berkeluarga, bermasyarakat, hingga berjuang menegakkan agama Allah swt.
Saudaraku, Risālah ilā an-Nūr adalah undangan yang lembut namun tegas untuk menapaki jalan Allah dengan jiwa yang suci dan hati yang bersih, amal yang ikhlas, dan semangat dakwah yang menyala. Jalan cahaya adalah jalan hidup para nabi, para sahabat, dan para pejuang dakwah sepanjang zaman.
Mari kita tinggalkan kegelapan syahwat, syubhat, dan kelalaian. Mari kita berjalan bersama menuju cahaya Allah yang abadi. Semoga kita semua menjadi penerima cahaya, penjaga cahaya, sekaligus penyebar cahaya bagi umat. Allah ‘Alam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.