BerandaInspirasiNasehatOase Dakwah: Seni Menjemput Kematian

Oase Dakwah: Seni Menjemput Kematian

spot_img

KABARLAH.COM – Segala puji bagi Allah yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi kita kesempatan bernafas setiap hari, dan yang kelak akan memanggil kita pulang kepada-Nya. Shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah ﷺ, sang guru kehidupan yang mengingatkan bahwa dunia ini hanyalah ladang untuk akhirat.

Kematian: Gerbang Pulang

Saudaraku, kematian sering kita anggap menakutkan. Padahal, Imam al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan pintu gerbang menuju kehidupan abadi. Dunia ini ibarat rumah singgah bagi musafir. Jika kita menjadikannya tujuan, kita akan tersesat. Tapi jika kita menjadikannya tempat menyiapkan bekal, maka perjalanan pulang kita akan penuh cahaya.

Allah ﷻ sudah mengingatkan:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

Ayat ini bukan sekadar kabar, tapi peringatan bahwa hidup hanyalah kesempatan yang singkat.

Mengapa Perlu Mengingat Mati?

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)

Mengingat mati bukan untuk membuat kita murung, tetapi untuk melembutkan hati. Orang yang ingat mati akan semangat beribadah, ringan bertaubat, dan tidak terjebak panjang angan-angan.

Hasan al-Bashri berkata: “Manusia hanyalah kumpulan hari-hari. Jika satu hari pergi, maka pergilah sebagian dari dirinya.” Hidup kita sesingkat itu, detik demi detik menuju kepulangan.

Sakaratul Maut: Berat, Tapi Indah

Imam al-Ghazali menggambarkan sakaratul maut sebagai penderitaan yang tak tertandingi, lebih berat daripada seribu pukulan pedang. Namun, bagi orang beriman, sakaratul maut adalah jalan menuju kelegaan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bagi orang beriman, kematian adalah pelepasan dari penjara dunia menuju taman surga.” (HR. Ahmad)

Karena itu para salihin berdoa: “Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut kami, dan jadikan ia pintu menuju rahmat-Mu.”

Tanda Husnul Khatimah

Imam al-Ghazali menyebut beberapa tanda indah wafatnya seorang mukmin:

Lidah berakhir dengan kalimat lā ilāha illallāh.

Wajah bercahaya penuh ketenangan.

Meninggal saat beramal shalih.

Hati yang ridha dengan takdir Allah.

Kita mengenang Bilal bin Rabah r.a., yang menjelang wafat berkata dengan senyum: “Hari ini adalah hari gembiraku, karena aku akan berjumpa dengan Nabi dan sahabat tercinta.”

Seimbang: Takut dan Harap

Imam al-Ghazali mengajarkan bahwa seorang mukmin harus menjemput kematian dengan takut dan harap. Takut agar tidak lalai, harap agar rahmat Allah menyelamatkan. Dua perasaan ini akan menuntun hati pada kesiapan sejati.

Pelajaran Bagi Kita

Dari ajaran beliau, ada pesan penting: Dunia hanya singgah, jangan terbuai gemerlapnya. Bekal terbaik adalah takwa, bukan harta atau jabatan.

  1. Taubat harus segera, karena ajal tidak memberi jadwal.
  2. Jaga hubungan dengan Allah melalui ibadah, dan dengan manusia melalui akhlak.
  3. Perbanyak doa husnul khatimah, karena mati dengan baik adalah anugerah terindah.

Penutup: Menjemput Kekasih

Imam al-Ghazali berkata indah: “Menjemput kematian bagi seorang mukmin adalah menjemput kekasih. Dunia hanyalah penjara, sedangkan kematian adalah pembebasan menuju perjumpaan dengan Allah.”

Saudaraku, jangan takut pada kematian. Ia bukan monster, tapi panggilan pulang. Yang perlu kita lakukan hanyalah bersiap dengan amal shalih, taubat, dan hati yang ikhlas. Semoga Allah ﷻ memberi kita husnul khatimah, menjadikan kubur kita taman surga, dan mempertemukan kita dengan Nabi ﷺ di telaga Kautsar.

آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن.

Oleh Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img