KABARLAH.COM – Mukadimah, ketika satu per satu pergi. Dalam kehidupan ini, kita melihat satu per satu orang-orang yang kita cintai, kagumi, atau bahkan lawan, berpamitan pulang. Pulang ke kampung akhirat. Mereka yang kemarin tertawa bersama kita, kini diam dalam tanah. Yang kemarin kuat memikul beban dunia, kini terbujur dalam kain kafan.
Saat mereka satu persatu pergi, Allah seperti sedang mengajarkan kita: “Giliranmu akan datang.”
“Setiap jiwa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan balasan kalian secara sempurna.”
(QS. Āli ‘Imrān: 185)
Di tengah pergantian siang dan malam, kita seolah sedang dihitung, dikurangi, disisakan… hingga tiba waktu pamit kita sendiri. Dalam kitab At-Tawwabin karya Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi, dikisahkan bagaimana orang-orang yang dulu tenggelam dalam dosa akhirnya menangis dalam tobat, menyadari waktu hidup yang begitu singkat, dan menatap kematian bukan dengan ketakutan, tapi harapan akan kasih sayang Allah.
Tangisan Para Pendosa: Kisah Nyata dari Kitab At-Tawwabin
Salah satu kisah menyentuh dari At-Tawwabin adalah tentang seorang pemuda yang sangat fasik, ahli maksiat, dan mencintai dunia. Suatu hari ia mendengar bacaan:
“Telah dekat kepada manusia hisab (perhitungan) mereka, sedang mereka dalam kelalaian berpaling.”
(QS. Al-Anbiya: 1)
Ia pun tersentak. Ia menangis tersedu, lalu berkata:
“Demi Allah, aku termasuk orang yang lalai… Aku berpaling… Tapi aku ingin kembali. Maukah Allah menerimaku kembali?”
Ia kemudian mengasingkan diri, menyesali dosanya, memperbanyak ibadah dan amal. Ia wafat dalam keadaan sujud, dan masyarakat menyaksikan bau harum dari tubuhnya.
Imam Ibnu Qudamah menyampaikan kisah ini sebagai pesan bahwa tobat bukan hanya untuk mereka yang sudah tua dan sekarat, tapi juga bagi siapa saja yang hatinya masih hidup.
Saat Waktu Terasa Cepat dan Usia Terasa Pendek
Syekh Ramadhan al-Buthi dalam renungannya menulis:
“Jika kamu merasa waktu begitu cepat berlalu, itu tanda bahwa umurmu sudah menipis. Maka berhentilah berlari mengejar dunia yang tidak akan pernah puas kau miliki.”
Betapa banyak dari kita yang menyaksikan orang tua, guru, saudara, sahabat, bahkan anak-anak berpamitan pulang. Sebagian mereka masih sempat berkata, sebagian hanya diam dalam tangisan terakhir.
Syekh .Abdul Halim Mahmud dalam bukunya Min A‘lāmi al-Sūfiyyah mengatakan:
“Kematian itu tidak pernah datang tiba-tiba. Ia telah berkabar dalam wajah orang yang kita cintai yang satu persatu wafat. Ia mengetuk pintu-pintu hati kita agar bangun dari kelalaian.”
Panggilan Pulang yang Tak Pernah Tertunda
Tidak ada yang tertunda dalam takdir Allah. Setiap napas telah dihitung. Maka, ketika satu per satu orang di sekitar kita berpamitan pulang, itu adalah alarm dari langit: “Waktumu akan tiba.”
“Apabila ajal mereka telah tiba, mereka tidak dapat menundanya barang sesaat pun dan tidak dapat pula memajukannya.”
(QS. Yunus: 49)
Syekh Ahmad Ar-Rasyid dalam Ar-Raqā’iq menulis:
“Mujahid yang tidak menyiapkan kematiannya, akan mengkhianati dakwahnya sendiri. Ia sibuk membangun dunia, tapi tidak menyiapkan rumah terakhirnya.”
Betapa dalam ungkapan ini. Seorang pejuang dakwah, bahkan dengan amal yang banyak, bisa terperosok jika lupa pada kematian. Maka, ruhiyah yang senantiasa sadar akan akhir hidup adalah pondasi utama dalam perjuangan Islam.
Apa yang Kita Siapkan Sebelum Pulang?
Melihat orang-orang berpamitan pulang, pertanyaan besar harus lahir dari jiwa kita:
“Apa yang telah aku siapkan jika besok giliranku?”
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:
“Wahai anak Adam, engkau hanyalah kumpulan hari. Jika satu harimu berlalu, maka sebagian dirimu telah hilang.”
Apa yang telah kita bawa dari sisa umur yang telah berlalu?
Apakah kita sudah meninggalkan maksiat tersembunyi?
Apakah kita sudah membersihkan hati dari dengki dan sombong?
Apakah shalat kita sudah khusyuk?
Apakah amal kita ikhlas?
Jika belum, maka berdoalah dan bertobatlah sekarang.
Tobat Sebelum Waktu Menutup
Imam Ibnu Qudamah menulis bahwa ciri-ciri tobat yang diterima adalah:
- Penyesalan yang dalam
- Berhenti total dari dosa
- Berjanji tidak mengulangi
- Mengganti keburukan dengan kebaikan
Allah Ta‘ala berfirman:
“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka keburukan mereka akan diganti Allah dengan kebaikan.”
(QS. Al-Furqan: 70)
Inilah harapan besar bagi kita. Bahwa dosa sebesar apa pun, jika disambut dengan tangis tobat yang tulus, Allah akan gantikan dengan cahaya amal.
Syekh Ramadhan al-Buthi pernah berkata:
“Jangan pernah mengira bahwa tobat itu berat. Yang berat hanyalah meninggalkan cinta kepada dosa. Jika cinta itu telah berubah menjadi cinta Allah, tobat menjadi pelukan yang menghangatkan.”
Penutup: Giliran Kita Akan Tiba
Kematian tidak akan menunggu. Saat satu per satu orang di sekitar kita berpamitan pulang, itu bukan hanya berita duka—tapi peringatan cinta dari Allah. Bahwa kita harus segera pulang secara ruhani sebelum jasad ini dipaksa pulang.
Ibnu Qudamah al-Maqdisi menutup banyak kisah dalam At-Tawwabin dengan kalimat yang mengguncang hati:
“Mereka dulu seperti kalian, bahkan lebih maksiat. Tapi mereka menangis, bertobat, dan wafat dengan harum. Maka mengapa kalian menunda?”
Saudaraku yang dikasihi Allah,
Mari kita kembali sebelum terlambat. Mari kita persiapkan hati dan amal sebelum malaikat maut mengetuk. Jangan sampai kita menjadi penyesal di kubur. Gunakan waktu yang tersisa untuk bertobat, berbuat baik, dan menyambut Allah dengan cinta.
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(QS. Al-Fajr:
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.