BerandaBeritaNasionalDi Grand Opening Press Club Indonesia SMSI, Ketua Dewas TVRI Soroti Monopoli...

Di Grand Opening Press Club Indonesia SMSI, Ketua Dewas TVRI Soroti Monopoli Platform Teknologi Global‎‎

spot_img

KABARLAH.COM, Jakarta – Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Agus Sudibyo menyoroti praktik monopoli yang dilakukan raksasa platform teknologi global di Indonesia.‎‎

Menurut Agus Sudibyo, salah satu platform teknologi seperti google menguasai seluruh rantai ekosistem digital layaknya penguasa yang mengontrol dari hulu hingga hilir.‎‎

Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Grand Opening Press Club Indonesia SMSI dan Simposium Nasional “Menyongsong Indonesia Emas 2045: Media Baru dan Platform Global Sebuah Keniscayaan” pada Sabtu (15/11/2025).‎‎

“Dia menjadi broker iklan terbesar. Itu anak usahanya Google, META, Microsoft, dan lain-lain. Teknologi iklan dan dia menguasai seluruh rantainya,” ujar Agus, di hadapan para peserta.‎‎

Agus juga menggunakan metafora yang gamblang untuk menggambarkan dominasi Google.‎‎”Misalnya, dia menguasai warung-warung makannya, sekaligus menguasai beras yang digunakan. Sulit karena monopolinya itu, dan bagaimana proses modifikasinya juga dia kuasai,” jelasnya.‎‎

Lebih lanjut, Agus memaparkan bukti-bukti dominasi Google yang nyaris paripurna di Indonesia. Browser Google Chrome menguasai sekitar 90% pasar, sistem operasi Android mendominasi smartphone Indonesia, hingga platform video yakni YouTube yang juga merajai.‎‎Namun yang menjadi pertanyaan besar, mengapa tidak ada gugatan dengan menggunakan Undang-undang Anti Monopoli? Agus mengungkap tiga kendala utama tersebut.‎‎Pertama, kesulitan mendefinisikan bisnis inti perusahaan seperti Google.‎‎

“Kesulitannya itu menentukan, sebenarnya Google itu maunya apa? Dia perusahaan teknologi atau perusahaan iklan? Itu saja diskusi bisa berbulan-bulan tidak ada kesimpulan,” tandasnya.‎‎

Kedua, status badan hukum Google di Indonesia yang hanya berupa perwakilan, sehingga tidak memadai untuk proses hukum yang serius.‎‎Ketiga, dan ini yang paling mengkhawatirkan, adalah ketakutan akan retaliasi.‎‎

“Kekhawatirannya, nanti kalau kita terlalu keras dengan mereka, akan dihadapi dengan mekanisme retaliasi, seperti yang terjadi di Australia,” kata Agus.‎‎

Ia mengingatkan insiden di Australia tahun 2021, ketika Facebook memblokir akses berita di platformnya sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Australia yang mewajibkan platform digital membayar media atas konten berita.

‎‎Pernyataan Agus ini mengingatkan semua pihak bahwa di balik kemudahan layanan digital yang diberikan raksasa teknologi, tersimpan ancaman terhadap kedaulatan digital Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. (*)

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img