BerandaBeritaDaerahSiniar Hari Bahasa Ibu Internasional: Upaya Pelestarian Bahasa Ibu di Kalimantan Barat

Siniar Hari Bahasa Ibu Internasional: Upaya Pelestarian Bahasa Ibu di Kalimantan Barat

spot_img

Kabarlah.com – Dalam rangka peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 2025, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat menggelar siniar bertema “Bahasa Daerah Mendukung Pendidikan Bermutu untuk Semua” melalui kanal YouTube resminya pada Selasa (25/2/2025). Siniar ini dipandu oleh Listi Mora Rangkuti, staf Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat, dengan menghadirkan narasumber Agus Syahrani, S.Pd., M.M.MS.Ling., yang merupakan dosen Program Studi Bahasa Indonesia sekaligus Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Alumni FKIP Universitas Tanjungpura.

Dalam diskusi tersebut, Agus menekankan bahwa bahasa ibu merupakan aset budaya yang harus dijaga melalui berbagai upaya. Sebagai tenaga pendidik dan peneliti, ia bersama rekan-rekannya telah melakukan berbagai langkah dalam revitalisasi bahasa daerah di Kalimantan Barat.

“Terkait dengan bahasa ibu, kami menjadikan bahasa ibu beserta dengan seperangkat yang ada di dalamnya itu, termasuk bahasa dan sastra daerah merupakan bagian ikhtiar kami untuk menyimpannya dengan baik. Kemudian kami lakukan alih moda, bahan-bahan yang tadinya kami kumpulkan, kemudian kami simpan dalam korpus,” ujar Agus.

Menurutnya, bahasa Melayu dan bahasa Dayak menjadi fokus utama revitalisasi karena memiliki jumlah penutur yang luas secara geografis serta kekuatan historis di Kalimantan Barat.

Dalam siniar tersebut, Agus juga membahas berbagai tantangan yang dihadapi dalam upaya menjaga eksistensi bahasa daerah, baik di lingkungan akademik maupun masyarakat umum. Globalisasi, perkembangan zaman yang cepat, serta sikap generasi muda terhadap bahasa daerah menjadi tantangan utama. Namun, Agus menekankan bahwa kampus memiliki peran strategis dalam implementasi bahasa daerah di dunia pendidikan.

“Tantangan yang dilalui dalam menjaga bahasa daerah, yaitu globalisasi, dunia yang bergerak begitu cepat, serta pengaruh generasi muda saat ini. Universitas Tanjungpura punya SDM yang besar, yaitu mahasiswa yang berasal dari suku Melayu dan suku Dayak. Keberadaan SDM ini, khususnya dalam proses pendidikan, yang akan menguatkan implementasi dalam pengajaran, khususnya bahasa daerah dan sastra daerahnya. Perlu kita ketahui bahwa bahasa Melayu Pontianak sudah menjadi WBTB (Warisan Budaya tak Benda) di Kalimantan Barat,” jelasnya.

Sebagai akademisi, Agus mengingatkan pentingnya pewarisan bahasa daerah kepada generasi muda agar tidak punah. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi rasa gengsi dalam berbahasa daerah, memberikan edukasi yang tepat, serta memanfaatkan teknologi digital.

“Pada tahun 2001 di Kapuas Hulu, ada kami temukan bahasa Auhe. Seorang Bapak sebagai penutur jati ‘memaksa’ (dalam tanda petik) anaknya agar terus menggunakan bahasa itu. Ini sebagai cara untuk menjaga bahasa tersebut. Menjaga bahasa daerah agar tidak punah adalah dengan keberlanjutan, melalui pewarisan ke generasi, mengurangi gengsi, memaksimalkan peran teknologi karena kita harus menyatu dengan teknologi, sebutlah medsos. Pendekatan media sosial sebagai sarana utama. Apapun harus kita lakukan sepertihalnya menjaga ibu kita selama masih ada,” paparnya.

Selain itu, Agus mengapresiasi inisiatif Balai Bahasa dalam menyelenggarakan siniar ini dan berharap adanya kolaborasi lebih luas dengan para penggiat konten berbahasa daerah untuk semakin memperkuat pelestarian bahasa ibu di era digital.

“Balai Bahasa sebagai lembaga negara yang berada di garda terdepan dalam upaya menjaga bahasa Indonesia dan bahasa daerah tentu harus terus berinovasi. Dan siniar ini adalah salah satu bentuk dari inovasi,” katanya.

Menutup diskusi, Agus mengajak generasi muda untuk aktif berkolaborasi dalam menjaga bahasa ibu.

“Mengapa Hari Bahasa Ibu penting diperingati? Kerana bahasa ibu adalah bagian dari hidup kita dengan cara melakukan apa yang kita bisa dan apa yang kita sukai. Kolaborasi, menginspirasi untuk menghadirkan sebuah bahasa ibu yang sesuai dengan generasi. Mari kita mengabadikan bahasa ibu kita,” pesannya.

Pemandu siniar turut menyampaikan apresiasi kepada narasumber dan berharap kolaborasi dalam pelestarian bahasa daerah dapat terus berlanjut.

“Terima kasih kepada narasumber. Mudah-mudahan kita mampu bersama-sama berkolaborasi untuk menjaga dan melestarikan bahasa ibu. Sejatinya bahasa ibu bukan hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi ada cinta, pesan budaya, dan identitas di dalamnya,” tutupnya.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img