KABARALAH.COM, Kecamatan Cerenti – WALHI Riau mendukung penolakan yang dilakukan masyarakat Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi terhadap izin dan aktivitas tambang batu bara di wilayah tersebut.
Masyarakat menolak aktivitas tersebut karena khawatir akan merusak kelestarian lingkungan hidup dan berdampak buruk pada kelangsungan kebun karet dan kelapa sawit mereka.
Selain karena kekhawatiran tersebut, masyarakat juga sudah merasakan dampak buruk lainnya. Misalnya, jalan yang mereka pergunakan sehari-hari rusak parah karena aktivitas lalu lalang perusahan tambang.
Atas peristiwa tersebut, masyarakat Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi telah beberapa kali melakukan aksi penolakan terhadap keberadaan izin dan aktivitas tambang tersebut.
Berdasarkan penelusuran WALHI Riau, keberadaan perizinan tambang di lokasi ini bersumber dari Keputusan Bupati Kuantan Singingi Nomor: Kpts.434.a/X/2014 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Bahan galian Batubara kepada PT Fabrik Komponen Industri Energi (FKIE), tanggal 15 Oktober 2014. Namun satu tahun belakangan, yang beraktivitas di lapangan adalah PT Lingkaran Dewaro Energi (LDE).
Konflik antara masyarakat Desa Pulau Bayur dengan korporasi tambang telah dimulai pada sekitar Oktober 2022, ketika PT LDE melakukan aktivitas pengeboran di kebun masyarakat. Upaya sosialisasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi pun tidak membuahkan hasil.
Masyarakat tetap tidak bergeming dan terus menolak keberadaan tambang batu bara di kampung mereka. Aksi penolakan secara terbuka mulai digencarkan masyarakat pada Februari 2023 dan kembali dilakukan pada 9 Mei 2023.
Emar, juru bicara Forum Masyarakat Peduli Pulau Bayur (FMPPB) menyebutkan aksi protes pada 9 Mei 2023 merupakan respon masyarakat untuk menghentikan perusahaan membawa alat berat masuk melintasi jalan di kampung mereka.
Masyarakat Pulau Bayur menolak aktivitas pertambangan karena menggunakan fasilitas jalan desa. Aktivitas tersebut telah merusak jalan desa dan menghambat jalur distribusi perdagangan kebun karet dan sawit.
”Apabila tambang terus dibiarkan beraktivitas, bukan hanya jalan yang rusak, tapi juga kebun karet dan sawit yang produktif, yang selama ini menjadi sumber penghidupan kami.
Rusak dan hilangnya tanah akan membuat kami jadi orang tua yang gagal mewariskan lingkungan hidup yang baik termasuk sumber penghidupan dari kebun-kebun ini. Karena itu kami tolak keberadaan perusahaan dan tambang batu bara di sini,” sebut Emar.
Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau, menyebutkan belajar dari keberadaan perusahaan tambang batu bara di banyak tempat, wajar masyarakat Desa Pulau Bayur menolak keberadaan aktivitas tambang batu bara. Tentu mereka khawatir keberadaan tambang akan merusak lingkungan hidup sekaligus merampas ruang hidup mereka.
”WALHI Riau secara tegas menjadi sahabat dan saudara bagi setiap komunitas yang memperjuangkan hak atas tanah dan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penolakan terhadap keberadaan PT FKIE atau PT LDE merupakan hak konstitusional masyarakat, apalagi mereka mempunyai dasar legalitas dan kepemilikan hak secara faktual,” sebut Even Sembiring.
Hal senada juga disampaikan oleh Rayon Syaputra SH, perwakilan pemuda dari desa tersebut, ia mendorong kepada para anggota dewan cerenti untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat yang saat ini sedang berjuang mempertahankan hak haknya.
Tuntutan masyarakat itu sangat jelas mereka tidak menginginkan keberadaan perusahaan batubara di wilayah mereka, wilayah yang akan di gunakan untuk lokasi pertambangan tersebut adalah satu satunya lahan yang mereka gunakan untuk mencari nafkah.
Menurut nya konflik semacam ini adalah konflik yang tidak berimbang yang ujung nya nanti masyarakat juga yang akan menjadi korban dan dirugikan.
Rayon Syaputra, SH ( Tokoh Pemuda cerenti ).
Menurutnya Sikap kita sangat jelas yaitu mendorong para anggota legislatif dapil cerenti untuk mengambil bagian didalam mengawal dan memfasilitasi perjuangan masyarakat, ini harus di sikapi jangan sampai kebijakan yang di buat justru semakin membuat masyarakat merasa terjajah di negeri sendiri.
Komitmen Buruk Transisi Energi di Kabupaten Kuantan Singingi
Memperhatikan dokumen izin PT FKIE yang terbit pada 15 Oktober 2014, maka seharusnya perusahaan ini sudah tidak layak untuk melanjutkan aktivitas tambang.
Diktum Kedelapan dokumen izin secara tegas disebutkan apabila pemegang IUP Operasi Produksi tidak memenuhi kewajiban dan larangan dalam diktum Keempat, Kelima, dan Keenam dokumen izin, maka izinnya dapat diberhentikan sementara, dicabut, atau dibatalkan.
Adapun ketentuan dalam diktum yang diwajibkan atau dilarang tersebut meliput, (1) larangan dipindah tangankan; (2) kewajiban penyelesaian hak pihak ketiga; dan (3) penyampaian RKAB selambat-lambatnya setelah 60 hari kerja setelah izin ini.
Saat ini, jelas Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi tidak mempunyai kewenangan pencabutan/pembatan izin dan penerapan sanksi administratif.
Hanya saja, memperhatikan diktum dalam dokumen izin, maka Bupati Kabupaten Kuantan Singingi sudah sepatutnya mengambil posisi berpihak pada masyarakat.
Alasannya, pelanggaran yang dilakukan PT FKIE yang kini aktivitasnya dilakukan PT LDE telah mencederai kewajiban yang diberikan pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi.
”Alih-alih memfasilitasi proses sosialisasi dan rencana kerja perusahaan, sebaiknya Bupati Kuantan Singingi harus mengambil sikap tegas berpihak kepada masyarakat yang menolak. Caranya tentu dengan mengirim surat kepada Menteri ESDM agar melakukan evaluasi terhadap izin tersebut,” tegas Even Sembiring.
Membiarkan aktivitas tambang ini terus berlangsung jelas memperlihatkan komitmen buruk Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi dan Provinsi Riau atas komitmen global dan Indonesia untuk mengakselerasi laju transisi energi.
Penggunaan energi yang bersumber dari tambang batu bara berkontradiksi dengan komitmen tersebut dan malah berkontribusi buruk dalam peningkatan pelepasan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Hal ini bukan hanya akan mengakibatkan masyarakat Desa Pulau Bayur merasakan dampak buruk kerusakan lingkungan, tapi juga seluruh tanah Riau dan bumi ini makin merasuk ke dalam lubang krisis iklim yang lebih dalam.
Guna memastikan perlindungan hak masyarakat Desa Pulau Bayur atas wilayah kelolanya dan lingkungan hidup yang baik dan sehat, WALHI Riau menyatakan secara tegas agar Menteri ESDM mencabut izin PT FKIE atau PT LDE.
Seruan ini juga harus didukung oleh Bupati Kabupaten Kuantan Singingi untuk mengirim surat permohonan pencabutan izin kepada Menteri ESDM.
”Membiarkan PT FKIE atau PT LDE tetap melakukan aktivitas tambang batu bara sama artinya mengorbankan masyarakat Desa Pulau Bayur dan sekitarnya menjadi korban jangka panjang dampak buruk aktivitas tambang. Bupati Kabupaten Kuantan Singingi, Gubernur Riau, Menteri ESDM harus mengambil sikap tegas.
Mencabut cabut IUP Operasi Produksi PT FKIE dan mengambil kebijakan tepat yang mendukung komitmen global guna mempercepat transisi energi. Meninggalkan energi kotor batu bara dan menggantinya dengan energi bersih dan berkeadilan yang mampu memperkuat komitmen transisi energi Indonesia,” tutup Even Sembiring.
Discussion about this post