KABARLAH.COM, Pekanbaru – Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern—ketika handphone selalu berbunyi, pekerjaan menumpuk, dan waktu sering terasa menipis, ada satu nilai yang pelan-pelan mulai pudar: kedekatan anak dengan orang tuanya. Kita sibuk memperbaiki hidup, tapi kadang lupa siapa yang dulu memperbaiki kita ketika masih rapuh dan belum bisa apa-apa.
QS. Al-Isrā’ ayat 23–25 hadir sebagai pengingat lembut namun tegas. Ayat ini bukan hanya memerintahkan kita berbuat baik kepada kedua orang tua, tetapi mengajarkan cara berbuat baik—dari ucapan, sikap, sampai doa. Inilah ayat yang tidak memerlukan teori rumit; ia masuk langsung ke hati karena memang berbicara tentang hubungan paling dasar: hubungan anak dengan ibu dan ayahnya.
Orang Tua: Pintu Kehadiran Kita di Dunia
Menarik bahwa Allah menempatkan perintah berbakti kepada orang tua tepat setelah perintah tauhid. Ini bukan kebetulan. Setelah kita mengakui Tuhan sebagai Pencipta, kita diberi tahu siapa yang menjadi perantara kehadiran kita ke dunia: ayah dan ibu.
Orang tua adalah “pintu rahmat” pertama yang Allah pilihkan bagi setiap manusia. Karena itu, menghormati mereka berarti menghormati jalan Allah.
Di tengah dunia yang serba cepat, ayat ini mengingatkan: jangan biarkan mereka menjadi yang paling terakhir dalam daftar perhatian kita.
“Jangan Ucapkan ‘Uff’”: Pesan Kecil dengan Makna Besar
Ayat ini sangat manusiawi. Allah tidak langsung berkata, “jangan durhaka,” atau “jangan membentak.” Yang Allah sebut lebih dulu justru hal paling kecil:
“Jangan ucapkan ‘uff’.”
Satu bisikan jengkel. Satu helaan napas kesal. Satu ekspresi “ribet amat sih”.
Mengapa hal sekecil itu dilarang?
Karena bagi orang tua yang semakin menua, hati mereka menjadi lebih sensitif. Sesuatu yang kecil bagi kita bisa sangat melukai mereka.
Islam mengajarkan: berbakti bukan dimulai dari memberi yang besar, tetapi dari menjaga hal kecil.
Kata-Kata Lembut: Vitamin Harian Bagi Hati Mereka
Banyak orang tua tidak meminta harta, rumah mewah, atau liburan ke luar negeri. Yang mereka butuhkan adalah kepedulian. Satu panggilan telepon. Satu kalimat lembut. Satu menit mendengarkan.
Kadang cukup dengan berkata: “Ibu sudah makan?”
“Ayah mau saya antar?”
“Ibu capek? Sini saya bantu.”
Kalimat sederhana, tapi dapat menguatkan mereka sepanjang hari. Anak yang lembut ucapannya, lembut pula hatinya.
Rendahkan Diri: Tanda Kedewasaan Spiritual
Ayat itu memerintahkan kita “merendahkan diri dengan kasih sayang”. Artinya, jangan merasa lebih hebat dari orang tua meski kita punya gelar tinggi, jabatan besar, atau harta banyak.
Kerendahan diri bukan merendahkan martabat kita, justru itulah mahkota kemuliaan. Orang yang mampu menahan ego di depan orang tuanya adalah orang yang telah menang melawan diri sendiri.
Bagi ibu dan ayah, bukan bantuan finansial yang paling mereka ingat. Yang membekas adalah:
cara kita menatap mereka dengan hormat,
cara kita mendengarkan tanpa mengeluh,
cara kita bersabar menghadapi cerita yang diulang-ulang.
Doa: Nafkah Ruhani Tanpa Batas
Yang paling indah dari ayat ini adalah doa: “Ya Allah, sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka menyayangiku saat kecil.”
Doa ini berlaku kapan saja: Setelah salat,
sebelum tidur, saat mengingat mereka, saat rindu namun tak sempat pulang.
Doa adalah bentuk bakti yang tidak mengenal jarak dan tidak membutuhkan izin waktu. Dan yang lebih dalam lagi: doa ini tetap berlaku meski orang tua telah wafat. Anak saleh adalah yang meneruskan cinta mereka melalui doa.
Bakti untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan
Ayat ini tidak membedakan. Semua anak, laki-laki maupun perempuan, memiliki kewajiban adab yang sama.
Anak laki-laki menjadi penopang dan pelindung, menjaga martabat orang tua. Anak perempuan tetap berbakti meski telah memasuki keluarga baru.
Bakti tidak gugur karena usia, status pernikahan, atau kesibukan.
Yang Dijaga Bukan Hanya Mulut, Tapi Hati
Ayat terakhir mengingatkan bahwa Allah mengetahui isi hati. Artinya, bakti itu bukan sekadar “melayani” atau “mengirim uang.” Jika hati masih penuh beban, jengkel, atau merasa terpaksa, kita belum sampai pada hakikat bakti.
Bakti adalah latihan yanh membersihkan batin: melatih sabar, melatih syukur, melatih rendah hati.
Orang yang jernih kepada orang tuanya, biasanya akan dijernihkan pula jalannya oleh Allah.
Jalan Pendek Menuju Kemuliaan
Ayat ini bukan hanya ayat tentang keluarga. Ini adalah ayat tentang perjalanan jiwa.
Rumah di mana orang tua dihormati, akan diberi Allah ketenangan. Keluarga yang saling lembut, akan diselimuti keberkahan. Anak yang menjaga adab kepada ibu dan ayahnya, akan dimuliakan Allah di dunia dan akhirat.
Di tengah dunia yang berubah cepat, QS. Al-Isrā’ 23–25 mengingatkan satu kebenaran yang tak berubah: jangan pernah meremehkan perhatian kepada orang tua.
Itu bukan beban; itu jalan kemuliaan. Bukan penghalang kesuksesan; itu pintu keberkahan. Bukan tuntutan rumit; itu bentuk cinta yang paling murni.
Dan siapa yang berbakti kepada orang tuanya, sesungguhnya sedang memuliakan dirinya sendiri.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.



