BerandaInspirasiNasehatSerial Dakwah dan Da'i: Akhlak Seorang Da'i

Serial Dakwah dan Da’i: Akhlak Seorang Da’i

spot_img

KABARLAH.COM, Pekanbaru – Dalam bangunan dakwah, akhlak da’i adalah tiang penopang yang menentukan tegak atau runtuhnya bangunan itu. Bahwa sesungguhnya akhlak bukan pelengkap; ia adalah ruh dakwah, wajah dakwah, bahkan senjata paling kuat yang dimiliki seorang da’i.

Sebab dakwah bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi siapa yang menyampaikan. Bukan hanya lisan, tetapi kepribadian yang memancarkan kebenaran. Para ulama berkata:

“Dakwah dengan akhlak lebih kuat daripada dakwah dengan kata-kata.”

Akhlak: Jalan Pertama yang Dipilih Rasul

Rasulullah SAW tidak memulai perubahan dunia dengan pidato panjang atau strategi militer. Beliau memulainya dengan akhlak yang agung.

Allah SWT memuji beliau:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sungguh, engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung.”
(QS. al-Qalam [68]: 4)

Beliau SAW bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Ini menegaskan bahwa akhlak adalah inti misi dakwah.

“Dakwah ini dibangun di atas akhlak, dan yang menghancurkannya adalah buruknya akhlak.”

Akhlak sebagai Cermin Hati Da’i

Menurut Syaikh Nashiḥ ‘Ulwan, akhlak da’i adalah refleksi keadaan hatinya. Bila hatinya jernih, akhlaknya lembut. Bila hatinya dekat kepada Allah, lisannya menyejukkan.

Karena itu da’i harus menjaga tiga akhlak inti:

Sidq (Kejujuran)

Kejujuran adalah fondasi kepercayaan. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.”
(QS. at-Tawbah [9]: 119)

Rasulullah SAW bersabda:

“Hendaklah kalian jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan.”
(HR. Muslim)

Da’i rabbani itu terutama dituntut menjadi shadiq dalam ucapan, janji, dan agenda pergerakan.

Amanah

Da’i memikul amanah risalah. Setiap kalimat dakwah yang ia keluarkan adalah tanggung jawab. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
(QS. an-Nisa’ [4]: 58)

Amanah bukan hanya soal harta, tapi juga amanah ilmu, rahasia jamaah atau ummat, waktu, janji, dan komitmen dakwah.

Tawadhu’

Kesombongan membunuh dakwah. Tawadhu’ menghidupkannya.
Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan mengangkatnya.”
(HR. Muslim)

Dalam pergerakan dakwah para da’i , tawadhu’ menjadi karakter para mursyid dan qiyadah: memimpin dengan hati, melayani dengan cinta, bukan memaksa dengan kekuasaan.

Sabar: Energi Mental Seorang Da’i

Dakwah bukan jalan datar. Ia penuh ujian. Karena itu Allah menjadikan sabar sebagai pakaian wajib bagi da’i:

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Bersabarlah, dan kesabaranmu itu hanya karena Allah.”
(QS. an-Naḥl [16]: 127)

Rasulullah SAW menasihati Ibnu ‘Abbas:

“Ketahuilah, kemenangan datang bersama kesabaran, jalan keluar bersama kesempitan.”
(HR. at-Tirmidzi)

Syaikh Naseh ‘Ulwan menegaskan:

“Da’i tanpa sabar adalah da’i yang tidak akan sampai.”

Para da’i sejati memahami ini: sabar dalam membina, sabar menghadapi kritik, sabar dalam kesalahpahaman umat, sabar dalam panjangnya tarbiyah.

Lembut dan Mudah Didekati

Lembut bukan kelemahan, tapi strategi kenabian.

Allah berfirman kepada Nabi ﷺ:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka berkat rahmat Allah engkau bersikap lembut kepada mereka. Sekiranya engkau keras dan berhati kasar, niscaya mereka menjauh darimu.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

Lembut tidak berarti lemah; ia berarti memahami jiwa manusia. Syekh Qutb rahimahullah berkata:

“Hati manusia tidak terbuka oleh logika semata, tetapi oleh kelembutan dan contoh nyata.”

Da’i harus ramah, murah senyum, mudah dimintai nasihat, dan tidak cepat marah. Karakter seperti ini membuatnya menjadi tempat kembali bagi umat atau manusia luas.

Wara’ dan Menjaga Diri dari Syubhat

Akhlaq da’i juga berarti menjaga kesucian diri: tidak mendekati hal-hal yang meragukan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara syubhat. Siapa yang menjaga diri dari syubhat, ia telah menyelamatkan agama dan kehormatan dirinya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Da’i rabbani harus berhati-hati dalam harta, interaksi, peran publik, hingga media sosial. Masyarakat tidak hanya mendengar katanya, tetapi mengamati hidupnya.

Akhlak dalam komunal dan Pergerakan dakwah

Akhlaq bukan hanya di ranah pribadi, tapi juga ranah amal jama’i atau kolektif. Para da’i rabbani tentu menekankan ukhuwah, kelapangan hati, dan itsar (mendahulukan orang lain).

“Ukhuwah adalah ruh yang menghidupkan tubuh dakwah.”

Dalam jamaah, da’i harus: menghormati qiyadah atau pemimpin, menghargai sesama kader da’i lainnya, tidak menggunjing, tidak iri, tidak memaksakan pendapat, dan menjaga kerahasiaan strategi kekuatan ummat.

Akhlak da’i mempengaruhi barisan. Bila akhlaknya mulia, jamaah dakwah itu menjadi kuat. Bila akhlaknya rusak, jamaah melemah.

Ikhtitaman

Syaikh Abdullāh menulis:

“Akhlaq da’i lebih berpengaruh daripada seribu khutbahnya.”

Maka wahai para da’i, para penyeru, dan pejuang dakwah, jadikan akhlak sebagai pakaian sehari-hari.

Jadilah: jujur dalam kata, amanah dalam tugas, lembut dalam sikap, sabar dalam ujian, tawadhu’ dalam kemenangan, bersih dari syubhat, dan indah dalam mu’amalah.

Karena umat akan percaya pada akhlak kita sebelum mereka percaya pada kata-kata kita.

Semoga Allah menjadikan kita da’i yang berakhlak seperti Rasul-Nya, dan menghidupkan dakwah ini dengan cahaya akhlak yang memancar dari hati yang dekat kepada-Nya.

اللهم زينا بزينة الإيمان واجعلنا هداة مهتدين غير ضالين ولا مضلين.

Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img