KABARLAH.COM, Pekanbaru – Segala puji bagi Allah, Zat Yang Maha Mengetahui isi hati, Yang menyingkap tabir kepura-puraan dan membenci segala bentuk kepalsuan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, sosok yang paling jujur dalam kata dan perbuatan, yang bersabda,
“Tidak akan lurus iman seseorang hingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya hingga lisannya lurus.”
(HR. Ahmad)
Saudaraku yang dirahmati Allah, di antara penyakit yang paling berbahaya bagi umat beriman bukanlah dosa yang terlihat, tetapi kemunafikan yang tersembunyi. Ia ibarat racun halus yang perlahan-lahan melumpuhkan hati. Syekh al-Jailani dalam Fathur Rabbani mengingatkan:
“Jauhilah kemunafikan, karena ia menutup cahaya hati dan memutus hubunganmu dengan Allah. Orang munafik menampakkan zikir, tetapi hatinya tenggelam dalam dunia.”
Hakikat dan Akar Kemunafikan
Secara bahasa, nifaq berasal dari kata nafaqa, lubang yang memiliki dua jalan keluar. Begitulah orang munafik: ia menampakkan wajah taat di depan manusia, namun menyembunyikan wajah dusta di hadapan Allah.
Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.”
(QS. An-Nisa’ [4]: 145)
Betapa mengerikannya hukuman ini! Mengapa? Karena kemunafikan bukan sekadar dosa moral, ia adalah pengkhianatan terhadap Allah. Mereka pura-pura beriman untuk mendapat keuntungan duniawi, padahal hatinya berpaling dari iman sejati.
Imam al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya’ Ulumuddin:
“Nifaq lahir dari cinta dunia dan takut kehilangan kedudukan. Orang yang hatinya mencintai dunia akan sulit jujur kepada Allah.”
Sementara Syekh Ibnu Atha’illah berkata dalam al-Hikam:
“Jangan engkau bersedih jika manusia tidak mengenal ketulusanmu, tapi takutlah jika Allah melihat kepalsuanmu.”
Tanda-Tanda Kemunafikan
Rasulullah SAW telah memberi rambu-rambu yang jelas:
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika dipercaya ia berkhianat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, beliau menambahkan:
“Jika berselisih, ia melampaui batas.”
(HR. Bukhari)
Kemunafikan tidak selalu tampak. Ia bisa berupa senyum palsu, ibadah yang penuh riya, atau amal yang hanya demi citra. Orang munafik mungkin terlihat saleh di depan manusia, tetapi hatinya tak pernah mengenal khusyuk.
Syekh Abdul Qadir menegaskan:
“Kemunafikan tumbuh dari niat yang tidak lurus. Lidahnya berdzikir, tapi hatinya lalai. Ia ingin disebut ‘wali’, padahal hatinya masih budak dunia.”
Sungguh, bahaya nifaq itu halus. Kadang ia bersembunyi di balik amal. Kita bisa berdakwah, berinfak, bahkan shalat malam, namun jika bukan karena Allah, itu hanyalah topeng.
Bahaya Ruhani dari Kemunafikan
Allah SWT memperingatkan:
“Di hati mereka ada penyakit, maka Allah tambahkan penyakit itu; dan bagi mereka azab yang pedih karena mereka berdusta.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 10)
Nifaq menimbulkan kebekuan ruhani: hati menjadi keras, amal kehilangan rasa, dan zikir kehilangan cahaya. Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Ighāthat al-Lahfān menulis:
“Setiap dosa yang disertai dusta akan menambah lapisan gelap di hati. Jika tidak segera disucikan, maka hati itu mati sebelum jasadnya mati.”
Syekh Abdul Qadir berkata:
“Wahai anak Adam, engkau berdiri di atas sajadah dengan wajah menunduk, tapi hatimu menatap dunia. Bagaimana mungkin engkau berharap Allah memandangmu dengan rahmat?”
Kemunafikan menjadikan hati rapuh: mudah tersinggung, mudah marah, ingin dipuji, dan takut dicela. Ia kehilangan rasa lezat dalam ibadah karena hatinya tidak jujur.
Langkah Penyembuhan dari Kemunafikan
Setiap penyakit memiliki obat, dan kemunafikan pun demikian. Ada tiga langkah penyembuhan ruhani:
Pertama. Muhasabah dan Kejujuran Hati
“Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan perhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok.”
(QS. Al-Ḥasyr [59]: 18.
Muhasabah berarti berani menatap cermin hati. Seberapa tuluskah niat kita? Sejauh mana amal kita demi Allah semata?.
Syekh berkata:
“Barangsiapa mengenali dirinya dengan jujur, niscaya ia akan mengenal Rabbnya.”
Kedua. Latih Amal dengan Ikhlas
Ikhlas adalah penawar paling kuat bagi nifaq. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali yang ikhlas dan mengharap wajah-Nya.”
(HR. Nasa’i)
Latihlah diri untuk tidak mengharap pujian. Jika engkau berbuat baik, jangan menunggu ucapan “terima kasih.” Jadikan ridha Allah sebagai satu-satunya tujuan.
Imam Hasan al-Bashri berkata:
“Orang munafik beramal demi pandangan manusia, sedangkan orang mukmin beramal demi pandangan Allah.”
Ketiga. Perbanyak Dzikir dan Doa
Dzikir menyucikan hati dari kepalsuan. Rasulullah SAW sering berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemunafikan dan riya.”
(HR. Tirmidzi)
Dan perbanyaklah ucapan
“Perbanyaklah ‘La ilaha illallah’ dengan hati yang hadir, karena kalimat ini membakar nifaq seperti matahari membakar kabut.”
Buah dari Kejujuran Iman
Kejujuran adalah mahkota orang beriman. Ia melahirkan ketenangan dan cahaya di hati.
“Inilah hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang jujur akan kejujurannya.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 119)
Orang yang jujur tidak takut kehilangan dunia, sebab ia telah menemukan surga dalam kejujuran. Imam Ibn ‘Aṭa’illah menulis:
“Tanda kejujuran adalah ketika engkau tetap beramal dalam kesunyian sebagaimana engkau beramal di hadapan manusia.”
Syekh Abdul Qadir menyampaikan pesan lembut:
“Jadilah engkau satu wajah di hadapan Allah dan manusia. Karena Rabbmu mencintai kejujuran dan membenci kepalsuan.”
Akhiran, dan doa kita
Saudaraku, dunia ini adalah cermin yang menampakkan wajah kita yang sebenarnya di hadapan Allah. Jangan biarkan cermin itu retak karena kepura-puraan. Jujurlah dalam iman, luruskan niat, dan bersihkan hati dari segala riya.
Marilah kita bermunajat:
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ النِّفَاقِ، وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ، وَأَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ، وَأَعْيُنَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ.
Ya Allah, sucikanlah hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya, lisan kami dari dusta, dan pandangan kami dari khianat. Engkaulah Yang Maha Mengetahui isi dada kami.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang jujur dalam iman, tulus dalam amal, dan selamat dari segala bentuk kemunafikan—baik yang kecil maupun besar.
“Kejujuran adalah cermin yang memperlihatkan wajah hati; semakin jernih cerminnya, semakin nyata cahaya Allah di dalamnya.”
Allahu ‘Alam.
Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.



