BerandaBeritaPemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI): “OTT Gubernur Riau Abdul Wahid Puncak Krisis...

Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI): “OTT Gubernur Riau Abdul Wahid Puncak Krisis Integritas, Marwah Riau Tercemar, Tuah Negeri Hilang

spot_img

KABARLAH.COM, PEKANBARU – Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam keras operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Riau, Abdul Wahid, Rabu,05/11/2025.

Ketua Harian Pemuda Melayu Riau Indonesia, Wawan Rizwanda, S.H, menilai bahwa kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai adat Melayu dan marwah Riau sebagai negeri bertuah.

“Abdul Wahid bukan hanya pejabat publik. Ia adalah Gubernur Riau yang pernah menerima gelar adat dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Gelar adat itu seharusnya menjadi amanah moral untuk menjaga kehormatan negeri, bukan disalahgunakan demi kepentingan pribadi. Perbuatan ini mencederai adat, melukai hati masyarakat Melayu, dan merusak citra Riau di mata nasional,” tegas Wawan Rizwanda, S.H.

Gelar Adat Bukan Sekadar Hiasan, Tapi Amanah

Menurut Wawan Rizwanda, S.H, gelar adat yang diberikan olaeh LAMR bukanlah penghormatan simbolik, melainkan tanggung jawab moral dan spiritual yang harus dijaga dengan kejujuran dan keteladanan.

“Ketika seorang bergelar adat justru terjerat kasus korupsi, maka itu bukan hanya mencoreng dirinya, tapi juga menodai makna adat Melayu yang luhur. Gelar itu seharusnya menjaga perilaku, bukan dijadikan perisai pencitraan,” ujarnya.

Kasus Abdul Wahid menambah catatan kelam kepemimpinan di Riau. Sebelumnya, tiga Gubernur Riau Saleh Djasit, Rusli Zainal, dan Annas Maamun juga tersandung kasus korupsi. Kini, Abdul Wahid menjadi Gubernur Riau keempat yang menodai jabatan tertinggi di negeri bertuah.

“Empat Gubernur Riau sudah tersandung kasus korupsi. Ini bukan sekadar kebetulan, tapi bukti nyata bahwa negeri ini sedang krisis integritas. Kita kehilangan teladan dan kepercayaan publik terus runtuh,” ujar Wawan Rizwanda, S.H.

Ia menegaskan, kondisi ini menjadi tamparan keras bagi seluruh pemimpin Riau agar tidak lagi mempermainkan amanah rakyat.

“Dari periode ke periode, rakyat hanya diwarisi rasa malu. Jika ini terus dibiarkan, maka Riau akan kehilangan makna dari kata *Bertuah*. Apa arti menjaga tuah jika moral pemimpinnya terus rapuh?” tegasnya.

Riau selama ini bangga dengan semboyan “Menjaga Tuah, Merawat Marwah”, namun dalam pandangan Wawan Rizwanda, semboyan itu kini hanya tinggal slogan tanpa jiwa.

“Tagline itu kita dengar di podium dan terlihat di setiap baliho pemerintahan, tapi realitanya jauh dari nilai yang terkandung. *Marwah* bukan sekadar kata indah, melainkan tanggung jawab moral. Dan tanggung jawab itu kini diabaikan oleh mereka yang mestinya menjadi panutan,” ungkapnya. 

Dari perspektif hukum tata pemerintahan, tindakan korupsi oleh pejabat publik  termasuk kepala daerah merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip good governance  yang berlandaskan pada asas akuntabilitas, transparansi, dan integritas.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, pejabat publik wajib menjalankan amanah jabatannya dengan penuh tanggung jawab serta menjauhi praktik penyalahgunaan wewenang.

Tindakan yang disangkakan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid juga melanggar:

* Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan:

 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.”

* Pasal 3 undang-undang yang sama, yang menegaskan bahwa penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain termasuk tindak pidana korupsi.

Secara moral dan akademik, tindakan tersebut mencederai public trust (kepercayaan publik) fondasi utama legitimasi kekuasaan dalam sistem demokrasi. Seorang gubernur bukan hanya pemimpin administratif, tetapi juga simbol etika dan keteladanan publik.

Menilai bahwa korupsi yang dilakukan oleh pejabat bergelar adat memiliki dimensi sosial-budaya yang lebih berat, karena tidak hanya merugikan negara secara materiil, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap nilai adat Melayu dan institusi pemerintahan.

“Dalam konteks adat, korupsi oleh pejabat bergelar adat adalah pengkhianatan ganda terhadap hukum negara dan terhadap nilai-nilai budaya Melayu yang menjunjung tinggi amanah, jujur, dan rasa malu berbuat salah,” ujar Wawan Rizwanda, S.H.

Ia menegaskan, momentum ini harus menjadi refleksi bersama antara akademisi, lembaga adat, dan masyarakat sipil untuk memperkuat pencegahan korupsi berbasis nilai-nilai lokal Melayu.

Pernyataan Sikap Resmi Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI)

Menanggapi kasus OTT Gubernur Riau Abdul Wahid, Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) menyampaikan pernyataan sikap resmi sebagai berikut:

1. Mengecam keras tindakan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan pelanggaran terhadap marwah adat Melayu Riau.

2. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menegakkan hukum secara adil, transparan, dan tuntas tanpa intervensi politik dalam bentuk apapun.

3. Meminta Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) untuk bersikap tegas dengan mempertimbangkan pencabutan gelar adat yang telah diberikan kepada Abdul Wahid, sebagai bentuk tanggung jawab moral menjaga kesucian adat Melayu.

4. Menyerukan kepada seluruh masyarakat Riau, terutama generasi muda, untuk tidak apatis dan turut mengawal proses penegakan hukum serta membangun budaya antikorupsi di negeri ini.

“Kami, Pemuda Melayu Riau Indonesia, berdiri atas nama marwah dan kehormatan Melayu. Kami tidak akan tinggal diam ketika negeri ini dinodai oleh perilaku korup dan pengkhianatan terhadap rakyat. Sudah saatnya Riau bersih, berintegritas, dan kembali kepada nilai luhur adatnya,” tutup Wawan Rizwanda, S.H.

spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

WAJIB DIBACA

spot_img