KABARLAH.COM, Pekanbaru – Dunia di ambang titnah besar, seperti sabda Rasulullah SAW:
“Tidak akan datang Kiamat sampai Sungai Eufrat menyingkapkan gunung emas, lalu manusia saling berperang karenanya. Dari setiap seratus orang, sembilan puluh sembilan terbunuh.”
(HR. Muslim no. 2894)
Hadits ini tidak hanya mengabarkan peristiwa fisik, tetapi juga memberi simbol moral bagi dunia modern: masa di mana manusia saling menghancurkan karena harta, sumber daya, dan kekuasaan ekonomi.
Syekh Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar menjelaskan dalam Kisah-kisah Gaib dalam Hadits Shahih, bahwa hadits ini menggambarkan “fitnah global”, dunia akan memasuki masa perebutan kekayaan bumi, bukan demi kelangsungan hidup, tetapi karena kerakusan tanpa batas.
Hari ini, perang demi minyak, emas, dan sumber energi dunia terjadi di wilayah-wilayah yang justru dilalui Sungai Eufrat, Turki, Suriah, dan Irak. Seolah tanda itu mulai mendekat, dan manusia sedang memainkan naskah takdir yang telah disabdakan Nabi SAW.
Gunung Emas dan Sistem Dajjal
Imam Ibn Katsir dalam an-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim menulis bahwa fitnah gunung emas mendahului keluarnya Dajjal. Ini menunjukkan bahwa fitnah ekonomi global akan membuka jalan bagi munculnya sistem dunia yang zalim, di mana manusia disatukan bukan oleh iman, tetapi oleh uang dan kepentingan materi.
Rasulullah ﷺ bersabda tentang Dajjal:
“Dia akan membawa surga dan neraka; yang dikatakannya surga adalah neraka, dan yang dikatakannya neraka adalah surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maknanya, Dajjal akan membalikkan nilai kebenaran, dunia material akan tampak seperti surga: penuh kemewahan, teknologi, dan kenikmatan, padahal di dalamnya tersembunyi kehancuran ruhani dan perbudakan ekonomi.
Fitnah Dajjal, menurut para ulama, bukan hanya fitnah iman, tapi juga fitnah sistem kehidupan. Ia mengontrol manusia melalui uang, pangan, dan informasi. Bukankah kini dunia diatur oleh “gunung emas digital”, uang, saham, dan data yang menentukan nilai manusia?
Itulah Dajjal zaman ini: bukan sekadar satu sosok, tapi sistem yang menuhankan dunia.
Tafsir Ruhani: Gunung Emas dalam Jiwa
Setiap fitnah besar berawal dari fitnah kecil dalam diri. Imam al-Ghazali menulis dalam Ihya’ Ulum al-Din:
“Setiap manusia memiliki ‘Eufrat’ dalam dirinya: tempat di mana nafsu dunia tersimpan. Bila ia surut dari dzikir, tampaklah gunung emas yang menipu hatinya.”
Artinya, ketika iman melemah, dunia tampak indah. Namun jika dzikir hidup, dunia kembali tampak fana. Maka, jihad di akhir zaman bukan sekadar melawan sistem luar, tapi melawan kerakusan dalam diri.
Syekh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari mengingatkan dalam al-Hikam:
“Dunia itu menipu dengan kelembutannya, dan membunuh dengan keindahannya.”
Oleh karena itu, seorang mukmin sejati harus menyadari setiap godaan harta dan kemewahan sebagai ujian keimanan, bukan tanda kemuliaan.
Tanda-tanda Kiamat dan Krisis Global
Para mufassir kontemporer seperti Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir mengaitkan hadits ini dengan kondisi global modern. Beliau menulis:
“Fitnah gunung emas akan tampak dalam bentuk perang ekonomi global dan ketimpangan harta, hingga manusia membunuh saudaranya karena sepotong dunia.”
Jika dulu orang berperang dengan pedang, kini mereka berperang dengan pasar saham, mata uang, dan kekuasaan ekonomi. Dunia dikuasai oleh segelintir orang yang memegang “emas” dunia, perusahaan, bank, dan teknologi. Inilah bentuk modern dari fitnah Dajjal: mengendalikan manusia dengan harta dan rasa takut miskin.
Allah SWT telah memperingatkan:
“Setan menjanjikan kamu kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, sedangkan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia-Nya.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 268)
Ayat ini menggambarkan inti fitnah dunia: takut miskin membuat manusia rela melanggar batas Allah.
Jalan Keselamatan: Zuhud dan Keadilan
Rasulullah SAW memberi resep spiritual yang indah:
“Berzuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu. Berzuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah)
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi menggunakannya untuk akhirat. Dalam konteks fitnah global, zuhud berarti tidak ikut arus keserakahan, tidak menjadikan uang sebagai ukuran nilai, dan tetap menjaga keadilan dalam ekonomi.
Syekh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menulis dalam Al-Iqtisad Fi Dhau’ Al-Islam:
“Keadilan ekonomi Islam adalah benteng dari fitnah Dajjal, karena ia menolak monopoli, riba, dan ketimpangan yang merusak nurani.”
Dengan kata lain, mengamalkan ekonomi Islam adalah bentuk jihad zaman modern. Ia bukan hanya ibadah sosial, tapi perlindungan spiritual dari fitnah dunia.
Cahaya Hikmah: Dunia dalam Tangan, Allah dalam Hati
Syekh Al-Jailani menutup renungan ini dengan hikmah mendalam:
“Janganlah engkau menolak dunia, tapi tolaklah perbudakannya. Dunia adalah kendaraan bagi orang yang menuju Allah, tapi menjadi belenggu bagi orang yang berpaling.”
Itulah kunci keselamatan di akhir zaman: bukan menolak kemajuan, tapi menjaga hati agar tidak tunduk padanya.
Ketika dunia berubah menjadi gunung emas, hati seorang mukmin tetap tunduk kepada Allah. Ketika sistem Dajjal menguasai ekonomi dunia, dia tetap hidup dengan rizki halal dan hati yang qana‘ah. Ketika manusia sibuk menimbun, ia sibuk memberi. Ketika dunia takut miskin, ia yakin pada janji Allah.
Akhiran, Menanti Fajar di Tengah Fitnah
Fitnah gunung emas, fitnah Dajjal, dan fitnah ekonomi global hanyalah gelombang menuju fajar keadilan sejati, zaman di mana iman kembali menjadi cahaya peradaban.
Rasulullah SAW bersabda:
“Islam akan kembali asing seperti ia datang dalam keadaan asing. Maka berbahagialah orang-orang yang tetap asing (tetap berpegang teguh pada kebenaran).”
(HR. Muslim)
Maka, jadilah mukmin yang tenang di tengah badai. Jangan tergoda oleh kilau emas, sebab dunia hanyalah bayangan. Gunung emas akan lenyap, sistem Dajjal akan hancur, tapi nur iman dan amal saleh akan kekal bersama Allah selama-lamanya. Allahu ‘Alam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.

 
                                    

