KABARLAH.COM, Pekanbaru – Sabar adalah jalan para nabi, bekal para wali, dan mahkota para pencinta Allah. Ia bukan sekadar kemampuan menahan derita, tetapi keindahan batin yang membuat seseorang tetap teduh walau dunia berguncang.
Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jailani dalam Fathur Rabbani, beliau menegaskan:
“Sabar adalah tiang iman. Barang siapa kehilangan sabar, ia seperti rumah yang runtuh karena hilang tiangnya. Maka bangunlah sabarmu di atas fondasi ma‘rifat kepada Allah.”
Beliau mengajarkan bahwa sabar bukan sikap pasif, tetapi bentuk keaktifan ruhani dalam menerima takdir dengan hati yang hidup. Karena bagi seorang salik, setiap ujian adalah panggilan lembut menuju kedekatan dengan Sang Maha Pengasih.
Imam al-Ghazali dalam Iḥya’ ‘Ulūmiddīn, beliau menulis:
“Sabar adalah separuh dari iman, dan iman itu seluruhnya sabar dan syukur.”
Menurut beliau, sabar adalah kekuatan jiwa yang membuat seseorang tetap tegak di antara dua gelombang besar: nikmat dan musibah. Jika hati tidak belajar sabar, maka nikmat dapat menipu dan musibah dapat menghancurkan. Namun jika sabar hadir, keduanya menjadi jalan menuju Allah.
Ibn ‘Aṭā’illah al-Sakandarī dalam al-Ḥikam, beliau mengingatkan:
“Janganlah engkau meminta agar Allah mengeluarkanmu dari suatu keadaan, sebab di dalam keadaan itu ada sesuatu yang Allah kehendaki untukmu.”
Kalimat ini meneguhkan bahwa sabar bukan hanya menanti akhir ujian, tetapi menemukan hikmah di dalamnya. Allah tidak menempatkan hamba di suatu kondisi tanpa rahasia kasih di baliknya.
Syekh Sa‘id Hawwa dalam kitab Mensucikan Jiwa (Tazkiyat an-Nafs), beliau berkata:
“Sabar adalah kekuatan yang lahir dari keyakinan kepada janji Allah. Siapa yang sabar, ia sedang menandatangani perjanjian cinta dengan Tuhannya, bahwa ia tidak akan berpaling walau dunia berbalik.”
Beliau menjelaskan bahwa sabar adalah madrasah iman, sekolah keimanan yang hanya dimasuki oleh mereka yang yakin kepada rahmat Allah. Tanpa sabar, hati mudah rapuh, amal mudah layu, dan doa kehilangan nyala. Tapi dengan sabar, seluruh luka menjadi dzikir, dan seluruh tangis menjadi doa yang indah.
Syekh Dr. Muhammad Sa‘id Ramadhan al-Buṭi dalam 132 Langkah Penyucian Jiwa, beliau menulis:
“Ujian tidak pernah datang untuk menghancurkanmu, tetapi untuk menyingkap siapa dirimu di sisi Allah. Bila engkau sabar, engkau naik derajat; bila engkau gelisah, engkau terhijab.”
Beliau menggambarkan bahwa sabar adalah tanda keagungan ruhani, bukan kelemahan. Dunia yang penuh ketidakpastian hanya bisa dihadapi dengan kekuatan batin, dan kekuatan itu adalah sabar. Karena itu beliau sering menasihati murid-muridnya:
“Jangan minta agar Allah meringankan ujianmu, tapi mintalah agar Allah menguatkan hatimu dalam menghadapinya.”
Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Madarij as-Sālikīn, beliau berkata:
“Sabar adalah penunggang bagi perjalanan menuju Allah. Siapa yang tak memiliki sabar, maka takkan sampai ke tujuan.”
Beliau menegaskan bahwa sabar bukan sekadar bertahan dalam kesulitan, tetapi terus melangkah menuju ridha Allah, walau langkah itu berat. Sabar adalah bahan bakar perjalanan spiritual, sebagaimana bensin bagi kendaraan. Tanpanya, amal berhenti di tengah jalan.
Imam Hasan al-Bashri, Ulama besar tabi‘in ini berkata:
“Sabar adalah harta yang tidak akan habis dimakan masa. Ia adalah pakaian yang tidak pernah lusuh dipakai oleh para kekasih Allah.”
Beliau menasihati muridnya agar memandang ujian dengan mata iman, bukan dengan mata dunia. Karena setiap ujian adalah surat cinta dari Allah yang ditulis dalam bahasa takdir.
Syekh Abdul Halim Mahmud dalam Tarbiyah Ruhiyah as-Sufiyyah, beliau menulis:
“Sabar adalah tanda bahwa seorang hamba telah memahami sunnatullah dalam kehidupan. Ia tidak menolak ombak, tapi belajar menari di atasnya.”
Pandangan ini menuntun kita pada makna sabar yang aktif, bukan sekadar menunggu badai reda, tapi tetap berbuat baik, tetap berzikir, tetap menebar rahmat, walau hati sedang dilanda hujan ujian.
Imam Ja‘far ash-Shādiq
Beliau berkata:
“Barang siapa bersabar atas bala selama tiga hari tanpa mengeluh, maka Allah menulisnya sebagai orang yang sabar dan ridha.”
Ungkapan ini mengajarkan bahwa kesabaran bukanlah sesuatu yang lahir sekali lalu sempurna. Ia tumbuh setiap hari, seiring dzikir, doa, dan penyerahan diri yang tulus.
Renungan Cinta dari Para Salik
“Jika engkau ingin melihat kadar cintamu kepada Allah, lihatlah seberapa tenang engkau dalam menghadapi takdir-Nya.”
Syekh Abu Madyan al-Ghawts“Sabar bukan berarti tidak merasakan sakit, tapi tidak memutus hubungan dengan Allah karena rasa sakit itu.”
Imam al-Harith al-Muhasibi“Ujian adalah taman bagi para kekasih Allah. Di dalamnya, mereka belajar mencium aroma rahmat dari setiap luka.”
Syekh Ibn ‘Ajibah al-Hasani
Penutup Ruhani
Sabar bukan hanya sikap mental, ia adalah ibadah hati yang menunjukkan seberapa dalam cinta kita kepada Allah.
Sebagaimana kata Syekh Sa‘id Hawwa:
“Kesabaran adalah bukti cinta. Hamba yang sabar tidak berkata, ‘Ya Allah, lepaskan aku dari ujian,’ tetapi berkata, ‘Ya Allah, temani aku dalam ujian ini.’”
Dan Syekh al-Buṭi menegaskan:
“Barang siapa mengenal Allah dalam kesabarannya, ia akan melihat bahwa ujian hanyalah jembatan menuju kenikmatan yang lebih besar.”
Maka, sabarlah wahai pejuang kehidupan.
Sebab setiap luka adalah tanda Allah masih memperhatikanmu.
Setiap air mata adalah jalan menuju rahmat-Nya.
Dan setiap ujian adalah surat cinta yang membawamu pulang ke haribaan-Nya. Allahu ‘Alam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.



