KABARLAH.COM, Pekanbaru – Segala puji bagi Allah SWT, Dzat Yang menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi hati-hati yang mencari kebenaran, dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai cahaya penerang di tengah kegelapan zaman. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada beliau, keluarga, dan para sahabatnya, yang menuntun kita untuk berjalan di jalan yang lurus menuju ridha Allah.
Jalan Hidup yang Lurus
Hidup manusia ibarat perjalanan panjang di padang pasir dunia. Banyak arah, banyak tanda, tapi hanya satu kompas yang pasti: Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata dalam Fathur Rabbani:
“Barangsiapa menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW sebagai pemimpin dalam hidupnya, maka Allah akan menjadikan hatinya bercahaya dan langkahnya terarah.”
Pesan ini begitu relevan bagi kita hari ini. Di tengah derasnya arus globalisasi, opini, dan teknologi, arah hidup manusia sering kabur. Banyak mengikuti logika, sedikit yang mengikuti wahyu. Padahal, hanya wahyu yang pasti menuju keselamatan.
Allah SWT berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 103)
Tali itu adalah Al-Qur’an, pegangan yang tidak akan putus. Nabi SAW bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara; kalian tidak akan tersesat selama berpegang pada keduanya: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Malik)
Syekh Abu al-Hasan asy-Syazili rahimahullah pernah menasihati murid-muridnya,
“Janganlah engkau mencari jalan menuju Allah kecuali melalui Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Siapa yang menempuh jalan lain, ia tersesat oleh bayangan dirinya sendiri.”
Al-Qur’an: Cermin Jiwa Seorang Mukmin
Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca di bibir, tapi untuk diresapi di hati dan diamalkan dalam kehidupan. Ia bukan sekadar bacaan, tapi sumber kehidupan ruhani.
Syekh Abdul Qadir berkata:
“Al-Qur’an tidak turun hanya untuk hiasan lidah, tapi untuk penerangan hati.”
Maka, bacaan yang sejati bukan yang paling cepat, tetapi yang paling dalam maknanya. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin berkata:
“Bacalah Al-Qur’an seolah engkau mendengarnya langsung dari Allah, karena ia adalah kalam-Nya yang hidup.”
Allah SWT menegur orang-orang yang lalai:
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an?”
(QS. an-Nisa’ [4]: 82)
Nabi SAW sendiri adalah cermin hidup dari Al-Qur’an. Ketika Aisyah raḍiyallahu ‘anha ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab:
“Akhlaknya adalah Al-Qur’an.”
(HR. Muslim)
Maka, siapa yang ingin mencintai Rasulullah saw, hendaklah ia memantulkan akhlaknya dari Al-Qur’an. Setiap ayat yang dihayati akan menumbuhkan sifat sabar, lembut, jujur, dan tawakal.
Sunnah Nabi SAW: Cahaya Penuntun
Cinta sejati kepada Rasulullah SAW bukan sekadar selawat di bibir, tetapi ketaatan di langkah.
Syekh Abdul Qadir berkata:
“Cinta kepada Rasulullah berarti mengikuti beliau dalam amal, bukan hanya dalam kata.”
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintaimu.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 31)
Syekh Sa‘id Hawwa dalam Tarbiatul Ruhiyyah menulis:
“Sunnah Nabi saw adalah peta hati bagi seorang mukmin. Siapa yang kehilangan peta itu, ia tersesat di padang kehidupan.”
Maka, meneladani Rasulullah SAW berarti hidup dengan kasih, bukan kebencian; dengan tawadhu‘, bukan kesombongan; dengan sabar, bukan amarah.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.”
Mereka bertanya: “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Siapa yang mentaatiku akan masuk surga, dan siapa yang mendurhakaiku maka ia telah enggan.”
(HR. Bukhari)
Ilmu dan Amal: Sayap Menuju Ridha Ilahi
Imam al-Ghazali berkata:
“Ilmu tanpa amal adalah gila, amal tanpa ilmu adalah sia-sia.”
Begitu pula Syekh Abdul Qadir menasihati:
“Ilmu adalah cahaya bagi jalanmu, amal adalah kendaraanmu menuju Allah.”
Ilmu yang sejati adalah yang menumbuhkan kerendahan hati dan rasa takut kepada Allah. Amal yang sejati adalah yang ikhlas tanpa pamrih, dilakukan semata karena cinta kepada-Nya.
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah: para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.”
(QS. an-Nisa’ [4]: 69)
Buah dari Ketaatan: Cahaya Dunia dan Akhirat
Syekh Abdul Halim Mahmud, seorang ulama besar kontemporer berkata:
“Sunnah Nabi SAW bukan sekadar sejarah, melainkan kehidupan yang terus berdenyut. Barangsiapa hidup dengannya, maka hidupnya akan bercahaya.”
Berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah membuat jiwa tenteram, hati bersih, dan langkah penuh arah. Di dunia ia hidup dalam cahaya, dan di akhirat ia dibangkitkan bersama orang-orang yang dicintai Allah.
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istiqamah, maka malaikat-malaikat turun kepada mereka (saat sakaratul maut) seraya berkata: Janganlah kamu takut dan jangan bersedih, bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
(QS. Fuṣṣilat [41]: 30)
Kembali ke Jalan Rasulullah SAW
Wahai hamba Allah, dunia hari ini dipenuhi dengan arah dan ajaran baru yang mengaburkan kebenaran. Sebagian orang berkata, “Cukup Al-Qur’an tanpa Sunnah.” Inilah fitnah yang telah disabdakan Rasulullah saw:
“Akan datang suatu masa, orang duduk di kursinya dan berkata: ‘Cukup bagi kami Al-Qur’an, tidak perlu Sunnah.’ Ketahuilah, aku diberi Al-Qur’an dan yang semisal dengannya (yakni Sunnah).”
(HR. Abu Dawud)
Maka, kembalilah kepada dua cahaya besar ini. Jadikan Al-Qur’an sebagai cermin hatimu, dan jadikan Sunnah Nabi sebagai pelita langkahmu.
“Barangsiapa menempuh jalan Rasulullah SAW dengan hati yang ikhlas, maka Allah akan menuntunnya kepada cinta-Nya, meskipun seluruh dunia berpaling darinya.”
اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قُلُوبِنَا، وَنُورَ صُدُورِنَا، وَذَهَابَ أَحْزَانِنَا، وَهُدًى لَنَا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
“Ya Allah, jadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk hati kami, cahaya dada kami, penghapus kesedihan kami, dan petunjuk kami di dunia dan akhirat.”
Allahu ‘Alam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.



