KABARLAH.COM – Segala puji bagi Allah ﷻ, Rabb semesta alam, yang menurunkan ketenangan ke dalam hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, manusia agung yang dalam kesunyian gua Hira menemukan sahabat sejati: Allah ﷻ.
Sunyi yang Menghidupkan Hati
Saudaraku yang dirahmati Allah, kesunyian sering dianggap sesuatu yang menakutkan. Banyak orang takut sendirian, takut sepi, takut tidak ada suara yang menemaninya. Padahal, dalam kacamata iman, kesunyian justru adalah ruang penuh makna. Di saat dunia bising dengan hiruk-pikuk, kesibukan yang melelahkan, dan suara yang saling berebut perhatian, hati seorang mukmin menemukan kedamaian dalam keheningan.
Inilah yang kita sebut “Sunyi Senyap, Kholīlan.” Kesunyian yang bukan berarti kosong, melainkan kesunyian yang menghadirkan Allah sebagai sahabat, sebagai khalīl.
Allah ﷻ menegaskan dalam firman-Nya:
“Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalīl (kekasih-Nya).” (QS. An-Nisā’: 125).
Menjadi khalīlullah berarti menjadikan Allah satu-satunya tempat bergantung, bersandar, dan berbicara dalam sunyi. Nabi Ibrahim ‘alaihissalām menemukan kekuatan dalam kesendirian. Meski seorang diri menghadapi kaumnya yang menentang, beliau tetap tegar, sebab ia memiliki Allah sebagai sahabatnya.
Hening yang Menjadi Cahaya
Rasulullah ﷺ pun menempuh jalan kesunyian. Sebelum wahyu pertama turun, beliau bertahannuts di Gua Hira. Beliau menyendiri dari keramaian, melepaskan diri dari hiruk-pikuk Makkah, hingga malaikat Jibril datang membawa kalimat ilahi: “Iqra’.” Dari sunyi itulah lahir cahaya risalah yang menerangi seluruh manusia.
Kesunyian bukanlah pelarian dari tanggung jawab, tetapi persiapan untuk mengemban amanah besar. Ia bukan keterasingan yang melemahkan, melainkan penguatan ruh yang mengokohkan.
Syekh Sa‘īd Hawwā dalam Tarbiyah Rūhiyyah berkata: “Kesunyian bukan untuk lari dari manusia, tetapi untuk kembali kepada Allah, lalu kembali kepada manusia dengan hati yang bercahaya.”
Dr. Ramadhan al-Būṭī dalam Fiqh al-Sīrah menegaskan: “Kesendirian Nabi di Gua Hira adalah awal dari persahabatan paling agung dengan Allah, yang kemudian memancar sebagai rahmat bagi umat.”
Sedangkan Syekh Abdul Halim Mahmud dalam al-Tarbiyah al-Rūhiyyah ‘inda al-Sūfiyyah menulis:
“Seorang salik yang memasuki kesunyian akan menemukan Rabb sebagai khalīl, dan dari keintiman itu lahir kekuatan untuk menebar rahmat di tengah umat.”
Maka hening bukanlah kehampaan. Ia justru cahaya. Cahaya yang menerangi hati seorang da’i, cahaya yang menguatkan langkah seorang pejuang, cahaya yang menuntun umat menuju Allah.
Menjadi Khalīl di Jalan Dakwah
Jalan dakwah adalah jalan yang penuh ujian. Ada fitnah, ada caci maki, ada rasa kesendirian. Namun, bagi mereka yang menjadikan Allah sebagai khalīl, semua itu terasa ringan. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits qudsi:
“Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memegang, dan kakinya yang dengannya ia berjalan.” (HR. Bukhari).
Inilah janji Allah. Seorang da’i yang menempuh kesunyian dengan dzikir, tadabbur, dan doa tidak akan pernah benar-benar sendirian. Sebab Allah-lah sahabat setia, penolong terdekat, dan pelindung yang tidak pernah meninggalkan.
Rahmatan Lil-‘Ālamīn
Namun, kesunyian bukanlah akhir. Ia adalah awal. Dari hati yang menemukan Allah dalam sunyi, lahirlah cinta, kesabaran, dan kekuatan untuk menebar rahmat. Inilah implementasi firman Allah:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (QS. Al-Hujurāt: 13).
Dan Allah ﷻ berfirman:
“Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzāb: 21).
Kesunyian melahirkan pribadi yang kuat, lalu dari kekuatan itu lahir keteladanan dan rahmat. Maka “Sunyi Senyap, Kholīlan” adalah seruan bagi kita semua: temukan Allah dalam hening, agar mampu menghadirkan cahaya-Nya di tengah hiruk-pikuk dunia.
Munajat dan harapan kepada- Mu ya Allah ‘Azza Wajalla;
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ عِبَادِكَ الْخُلَصِ الَّذِيْنَ يَسْتَأْنِسُوْنَ بِذِكْرِكَ فِي السُّكُوْنِ، وَيَجِدُوْنَكَ خَلِيْلًا فِي الْوَحْدَةِ، وَيَسْكُنُوْنَ بِقُرْبِكَ فِي الْهُدُوْءِ.
اَللّٰهُمَّ طَهِّرْ قُلُوْبَنَا مِنَ الضَّجِيْجِ وَالْغَفْلَةِ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ تُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَكَ، وَتَذْكُرُهُمْ فِي الْمَلَإِ الْأَعْلَى.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-Mu yang ikhlas, yang merasa tenteram dengan dzikir-Mu dalam kesunyian, yang menemukan-Mu sebagai sahabat sejati dalam kesendirian, dan yang damai dengan kedekatan-Mu dalam keheningan. Ya Allah, sucikan hati kami dari kebisingan dunia dan kelalaian, jadikan kami orang yang Engkau cintai dan yang mencintai-Mu, yang Engkau sebut di hadapan malaikat-Mu yang mulia. Rabbana, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa neraka.”
Saudaraku, kesunyian sejati bukanlah keterasingan. Ia adalah pertemuan dengan Allah. Dari pertemuan itu lahirlah kekuatan dakwah, kesabaran dalam ujian, dan cinta yang menebar rahmat. Maka marilah kita jalani “Sunyi Senyap, Kholīlan” sebagai jalan menuju Allah, Sang Khalīl, Sang Sahabat Sejati. Allahu ‘Alam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab.