KABARLAH.COM, Pekanbaru – Kemerdekaan selalu menjadi cita-cita bersama. Namun, sejarah mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya soal terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari segala bentuk kezaliman—baik dari penguasa, sistem, maupun dari hawa nafsu dalam diri.
Kisah populer One Piece dapat menjadi cermin simbolik bagi perjuangan itu. Dalam pandangan tertentu, One Piece bukan sekadar cerita bajak laut pemburu harta, melainkan sekelompok pejuang yang membasmi perampok berkedok penguasa sah. Tokoh Roger/John digambarkan sebagai figur Muslim abad ke-17, seorang nakhoda ulung yang menguasai strategi perang dan politik. Ia dikisahkan menyimpan rahasia simbol yang dibawa Christopher Columbus, terhubung dengan konsep wa sābiqūna as-sābiqūn—golongan terdahulu yang memimpin kebenaran.
Dalam sejarah, kelompok seperti ini dikenal sebagai “Assasin” (dalam makna positif), yakni pasukan rahasia pembela keadilan. Prinsip mereka jelas: siapa pun yang zalim harus dihentikan, siapa pun yang terzalimi harus dibela, tanpa memandang agama atau suku.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tolonglah saudaramu yang zalim maupun yang dizalimi.”
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, menolong yang dizalimi kami mengerti, tapi bagaimana menolong yang zalim?”
Beliau menjawab: “Dengan mencegahnya dari kezaliman.” (HR. Bukhari)
Tiga Golongan dalam Al-Qur’an
Surat Al-Wāqi‘ah membagi manusia menjadi tiga kelompok:
- As-Sābiqūn as-Sābiqūn – Pelopor kebaikan, proaktif melawan kezaliman.
- Ashḥābul Yamīn – Pendukung kebaikan, meski tidak memimpin.
- Ashḥābul Syimāl – Pendukung kebatilan atau yang memilih diam melihat kezaliman.
Kemerdekaan sejati lahir bila kita minimal menjadi Ashḥābul Yamīn dan bercita-cita menjadi As-Sābiqūn. Jika menjadi Ashḥābul Syimāl, kita akan tergilas sejarah.
Fenomena Abadi
Sepanjang zaman, selalu ada “pejuang rahasia” yang melawan kezaliman:
Di masa Nabi ﷺ: sahabat yang berdakwah diam-diam di Mekah awal.
Era Khilafah: penjaga perbatasan yang melindungi rakyat dari tirani.
Masa kolonial: pejuang bawah tanah dan gerilyawan melawan penjajah.
Zaman modern: aktivis HAM, jurnalis investigasi, dan pembongkar korupsi.
Bentuknya berubah, tetapi pola tetap sama—selalu ada pemimpin kebaikan, pendukung, dan penghalang.
Pelajaran untuk Kita
Islam mengajarkan bahwa zalim bukan hanya kekerasan fisik, tapi juga manipulasi kebenaran dan perampasan hak. Melawan zalim berarti juga melawan “penguasa” di dalam diri: hawa nafsu, kesombongan, dan cinta dunia berlebihan.
Ibnul Qayyim berkata:
“Jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu. Barangsiapa mampu mengalahkannya, ia akan lebih mudah menaklukkan musuh luar.”
Maka, sikap kita seharusnya:
- Memastikan perjuangan selaras dengan syariat.
- Menguatkan iman agar tidak tergelincir menjadi zalim.
- Menjadikan perjuangan sebagai ibadah, bukan sekadar reaksi emosional.
Dengan demikian, momentum kemerdekaan bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk menguji diri: di pihak manakah kita? Apakah kita bagian dari pelopor kebaikan, pendukung kebenaran, atau justru pembiaya kezaliman?
Kemerdekaan sejati adalah ketika kita bebas dari segala bentuk penindasan, termasuk dari nafsu diri dan bersama-sama menegakkan keadilan untuk semua. Allāhu a‘lam.
Oleh: Syekh Sofyan Siroj Abdul Wahab