KABARLAH.COM, ROKAN HILIR – Tragedi memilukan kembali mengguncang Riau. Dua anak kecil, Ferdiansyah Ramadhan (4) dan Fahri Prada Winata (2), ditemukan tewas tenggelam di kolam lumpur bekas lokasi kerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di area Petani 55, Rantau Kopar, Rokan Hilir, Riau, pada Senin, 22 April 2025.
Kolam lumpur tersebut merupakan eks area kerja pengeboran migas yang dibiarkan terbuka tanpa pengamanan yang memadai.
Peristiwa tragis ini menjadi catatan kelam terbaru dari rentetan kelalaian dan kegagalan sistemik PT PHR dalam menjamin keselamatan publik dan perlindungan lingkungan sejak mengambil alih pengelolaan Blok Rokan.
Kami dari Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) dan Terra Riau Community, menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam keras kelalaian PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang menyebabkan hilangnya dua nyawa anak-anak tak berdosa akibat terbukanya akses area kerja berbahaya tanpa pengamanan dan peringatan yang layak.
2. Mendesak penegakan hukum dan investigasi menyeluruh, termasuk keterlibatan Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta lembaga independen lainnya dalam mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kelalaian struktural yang dilakukan oleh PT PHR.
3. Menuntut pertanggungjawaban penuh dari PHR dan SKK Migas, baik secara hukum, moral, maupun sosial atas tragedi ini.
4. Menuntut pencopotan Direktur Utama PT PHR, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas serangkaian kegagalan sistemik dalam menjamin keselamatan kerja dan pengawasan lingkungan hidup.
Wawan Rizwanda, Founder Terra Riau Community, menyatakan bahwa tragedi ini adalah bentuk kegagalan korporasi dalam menjalankan standar operasional minimum yang semestinya wajib ditaati.
“Di mana standar keselamatan kerja PT PHR ketika dua bocah bisa dengan mudah masuk ke area berbahaya dan berujung maut? Di mana pengawasan SKK Migas selama ini? Dan yang lebih penting, sampai kapan nyawa warga lokal harus dikorbankan demi ambisi produksi minyak?”
“Apakah kita menunggu lebih banyak anak-anak mati agar negara dan korporasi mulai peduli? Kami tidak akan diam. Kami akan terus bergerak,” imbuhnya, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian PMRI.
Sementara itu, Khoirul Basar, Ketua Umum Pemuda Melayu Riau Indonesia, menekankan bahwa tragedi ini bukanlah insiden biasa, melainkan bentuk kelalaian struktural yang berujung pada kejahatan terhadap warga sipil.
“Kejadian ini bukan sekadar kecelakaan ini adalah bukti nyata bahwa PT PHR abai terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Area berbahaya yang dibiarkan terbuka tanpa tanda peringatan, tanpa pagar, tanpa pengawasan, adalah bentuk pembiaran yang mengarah pada tragedi. Ini kejahatan akibat kelalaian, bukan sekadar keteledoran.”
Ia juga menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mengawal proses hukum dan menekan negara agar tidak lagi tunduk pada korporasi.
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini tentang nyawa anak-anak bangsa. Kami akan kawal terus, kami akan turun ke jalan jika perlu, dan kami akan pastikan tragedi ini menjadi momentum perubahan. Tidak boleh ada lagi Ferdi dan Fahri berikutnya.”
“Negara tidak boleh tunduk pada korporasi. Jika PT PHR dan SKK Migas tidak mampu menjamin keselamatan masyarakat, maka mereka tidak layak mengelola sumber daya negeri ini,” tutupnya
Kami percaya, keadilan bagi Ferdi dan Fahri bukan hanya soal belasungkawa, tetapi soal perubahan sistemik yang wajib ditegakkan. Tragedi ini harus menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mereformasi secara total sistem pengawasan dan keselamatan lingkungan kerja sektor migas.