KABARLAH.COM, Jakarta – Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meninggal dunia usai ditembak saat sedang menyampaikan pidato di Nara, barat Jepang, Jumat (8/7).
Sebelum meninggal, ia sempat dibawa ke rumah sakit dengan helikopter setelah mengalami pendarahan dan tak sadarkan diri.
Abe ditembak pelaku di Nara, saat tengah berpidato untuk kampanye partainya, Partai Liberal Demokratik, jelang Pemilu Jepang.
Shinzo Abe merupakan salah satu politikus ulung Negeri Matahari Terbit. Pria kelahiran 21 September 1954 itu memiliki jabatan terakhir sebagai perdana menteri Jepang.
Meski tak lagi menjabat sebagai perdana menteri, Abe disebut sebagai salah satu politikus paling berpengaruh di Jepang.
MSN menuliskan, sulit untuk melampaui kekuatan dan pengaruh Abe dalam politik Jepang, meski ia bukan lagi perdana menteri.
Sukses terbesar Abe adalah mengantarkan Jepang pada kebijakan moneter dan fiskal negara itu untuk keluar dari kemandekan ekonomi. Sukses itu mengerek reputasi Abe di level internasional.
Sebelum mundur dari jabatannya, Abe diduga sakit karena dua kali kedapatan mengunjungi rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kesehatan.
Prian kelahiran Tokyo itu sebelumnya pernah bekerja di perusahaan Kobe Steel. Namun pada 1981, Abe memutuskan keluar dan menjadi asisten sang ayah, Shintaro Abe, yang didapuk menjadi menteri luar negeri.
Dia lalu mengikuti jejak ayahnya bergabung dengan Partai Demokratik Liberal (LDP). Sejak itu dia bergelut dengan politik.
Abe pertama kali lolos menjadi anggota parlemen Jepang (Diet) dari wilayah konstituen Yamaguchi, sama seperti mendiang ayahnya. Karier politiknya dengan dukungan LDP terus melesat hingga menjadi Wakil Kepala Sekretaris Kabinet pada Juli 2000. Lima tahun kemudian dia terpilih menjadi Kepala Sekretaris Kabinet.
Setahun setelahnya, Abe berhasil terpilih menjadi perdana menteri mengalahkan pesaing politiknya, Taro Aso dan Sadakazu Tanigaki. Namun, Abe harus mundur pada 2007 akibat kondisi kesehatan.
Dia lalu maju kembali pada 2012 dan menjabat sebagai perdana menteri sampai 2020. Abe tercatat telah menjabat sebagai perdana menteri selama hampir delapan tahun.
Selama kepemimpinannya, Abe mengusulkan gagasan amandemen undang-undang dasar Jepang. Diduga hal itu dia lakukan untuk memperkuat militer Jepang akibat kondisi geopolitik di wilayah sekitarnya, seperti agresivitas Korea Utara dan China yang gencar membangun persenjataan.
Abe juga berupaya menjadi penengah pertikaian antara Amerika Serikat dan Iran. Kedua negara itu merupakan sekutu Jepang.
Dengan AS, Jepang bergantung dari sisi militer. Sedangkan Iran merupakan salah satu pemasok minyak bumi Jepang sebelum kemudian diembargo oleh AS.
Di masa pemerintahannya pula, hubungan Jepang dan Korea Selatan menemui jalan terjal. Kala itu, Jepang hendak memperhalus isi buku sejarah bangsa dengan tidak menonjolkan kekejaman pasukan mereka saat Perang Dunia II.
Sementara Korsel menuntut tanggung jawab dan ganti rugi Jepang atas kekerasan militer hingga pemerkosaan yang dialami para perempuan Korsel saat PD II.
Kontroversi dan Serangkaian Tudingan
Karier politik Abe dengan demikian tak selalu mulus. Pada 2018, Abe bahkan terjerat skandal dugaan penjualan tanah milik negara dengan diskon besar kepada operator sekolah nasionalis yang memiliki hubungan dengan istrinya.
Abe dituding menjual tanah negara seharga 10 persen dari harga pasar kepada lembaga pendidikan Moritomo Gakuen. Moritomo Gakuen merupakan operator sekolah yang dijalankan oleh teman dekat istri Abe, Akie Abe.
Kasus ini pertama kali terungkap pada 2017. Sejak terendus media, nama Akie Abe langsung dihapus dari dokumen resmi jual-beli tanah tersebut. Menteri Keuangan Taro Aso bahkan mengaku sudah mengubah sejumlah dokumen terkait penjualan kontroversial itu.
Skandal itu dinilai sebagai krisis politik terbesarnya sejak menjabat pada Desember 2012. Skandal itu juga memicu gelombang aksi unjuk rasa menuntutnya untuk mengundurkan diri.
Abe pun telah meminta maaf kepada masyarakat Jepang terkait kasus tersebut.