KABARLAH.COM, Pekanbaru – Kementerian Agama (Kemenag) dibawah kepemimpinan Yaqut Cholil Qoumas lagi-lagi bikin heboh. Baru-baru ini, dalam acara dialog kebangsaan dan rapat kerja nasional Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) di Hotel Bidakara, Jakarta (3/8/2024), Menag Yaqut menyatakan ke depan perizinan pendirian rumah ibadah tidak lagi memerlukan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).. “Maka rekomendasi pendirian rumah ibadah hanya cukup dengan Kementerian Agama saja, FKUB dicoret,” kata Yaqut. Dalih dibalik kebijakan barusan untuk mempermudah pendirian rumah ibadah. Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie di radio PRO3 RRI (12/08/2024) menjelaskan, keputusan tersebut bukanlah aturan baru, melainkan bagian dari rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Perubahan regulasi jelas memicu kontroversi. Banyak kalangan berpandangan seringkali Menag bertindak arogan memutuskan sesuatu tanpa kajian mendalam dan partisipasi pemangku kepentingan.
Bahkan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengingatkan Menag agar tak menyederhanakan keterlibatan FKUB. Menurut beliau, rekomendasi adalah kesepakatan majelis agama yang diakui di Indonesia. Wapres turut menuturkan, sejarah rekomendasi FKUB tidak instan. Pembahasannya dilakukan selama empat bulan dan 11 kali pertemuan. Artinya, selain melalui proses panjang juga melibatkan suara banyak pihak. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Wisnu Wijaya mengakui, pandangan Komisi terkait di DPR sama sekali tidak dilibatkan. Di lapisan masyarakat, seorang Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) mengungkap ketidaksetujuannya atas sikap Menag. Penghapusan rekomendasi FKUB akan mengacaukan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Anehnya, pihak Kemenag berkata penghapusan rekomendasi FKUB tindak lanjut aspirasi masyarakat tentang kaji ulang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadah. Berangkat dari pernyataan Wapres, anggota DPR-RI dan elemen masyarakat lalu muncul pertanyaan, aspirasi siapa acuan Kemenag?
Kaji Ulang
Kami selaku Komisi V DPRD Provinsi Riau yang membidangi urusan Sosial dan Agama berharap Pemerintah Pusat mengkaji ulang. Menimbang nantinya berbentuk Perpres, perlu melihat implikasi ke depan, membaca kembali dasar perumusan rekomendasi FKUB dan mendengar pihak yang terlibat membuat aturan tersebut. Respon sejumlah pihak dirasa wajar dan sangat beralasan. Mengingat FKUB selama ini berperan strategis menjembatani pemerintah dan masyarakat melayani kepentingan umat beragama supaya hidup harmonis dan aspiratif. Sekilas tentang FKUB ialah forum dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi pemerintah dalam rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota. Pengaturannya mencakup anggota forum, yang terdiri dari pemuka-pemuka agama setempat. Di tingkat provinsi paling banyak 21 orang dan kabupaten/kota 17 orang. Adapun fungsi FKUB yaitu: melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur, dan; melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Berkaca pada peranan, mencabut rekomendasi FKUB bisa blunder. Khawatir timbul potensi resistensi dan lebih susah meminimalisir konflik horizontal. Kita tak mau FKUB seumpama pemadam kebakaran: dilibatkan ketika permasalahan sudah ruwet. Ciri negara terbelakang mesti ditinggalkan: masalah terjadi baru sibuk. Mencegah jauh lebih baik. FKUB dibutuhkan asbab jamak didapati perkara rumah ibadah. Termasuk Riau, marak kasus protes warga lantaran bangunan tempat tinggal dialihfungsikan menjadi rumah ibadah, yang mana menyalahi regulasi. Perkara tadi memerlukan kehadiran FKUB guna menengahi dan menenangkan pihak bertikai lewat dialog. Inilah sejatinya penerapan sila ke 4 Pancasila yakni musyawarah dan mufakat. Oleh karena itu, disamping mencerabut spirit Pancasila dalam kehidupan bernegara, keputusan Kemenag patut dipertanyakan urgensinya. Apalagi tak sinkron dengan pidato Menag saat membuka Dialog Penguatan Moderasi Beragama di tahun 2022 yang digelar Kanwil Kemenag Bali. Waktu itu Menag justru mengusulkan Perpres pembentukan FKUB pusat. Tujuannya supaya peran FKUB makin dioptimalkan sebagai problem solver persoalan keagamaan yang sulit diselesaikan. Diantaranya melalui pendekatan preventif.
Pentingnya Keterlibatan
Dukungan terhadap rekomendasi FKUB bukan pula bermaksud mempersulit pendirian rumah ibadah. Toh kebebasan memeluk kepercayaan sudah dijamin konstitusi. Maka, setiap warga negara wajib patuh dan melaksanakan. Namun perlu diketahui, dalam menyelenggarakan kebebasan beragama diatur oleh konstitusi. Persis kebebasan berpendapat, meski dijamin UUD 1945 tetapi punya ruang lingkup, aturan dan batasan. Setiap negara di dunia menerapkan hal serupa. Termasuk izin/rekomendasi pemuka dan masyarakat tempatan. Rais Syuriah PCNU Australia-Selandia Baru Prof. Nadirsyah Hosen pernah mengungkap sulitnya muslim di Negara barat mendirikan masjid dan kerap berujung di pengadilan. Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Masykuri Abdillah juga memaparkan data, bahwasanya pendirian rumah ibadah di Indonesia semisal gereja jauh lebih mudah ketimbang mendirikan masjid di Amerika dan negara-negara eropa. “Jumlah gereja di Indonesia terbesar ketiga di dunia,” ujar beliau dalam seminar bertema Batas-Batas Kebebasan Beragama dalam Pandangan Non-Barat: Respons pada Acara International Religious Freedom Summit 2023 di Amerika Serikat. Intinya perizinan yang diterapkan merupakan upaya meminimkan gesekan yang dapat mengganggu jalannya aktivitas peribadatan itu sendiri.
Terakhir, Kami meminta Pemerintah Pusat terutama Kemenag bersifat terbuka dan tidak memakai kacamata pusat semata. Serta menjunjung tinggi demokrasi dan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Realita 10 tahun belakangan membuktikan betapa amburadul kondisi di lapangan akibat semakin menguatnya praktik sentralisasi. Contoh perizinan usaha. Salah satu dampaknya menjamur tempat hiburan yang jam operasionalnya melanggar aturan, lokasinya bahkan berdekatan dengan tempat pendidikan, rumah ibadah dan lain-lain. Di Kota Pekanbaru sempat menuai penolakan keras masyarakat. Terkait hal ini, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mengaku kuasanya terbatas. Sebab izin tempat hiburan terbit secara otomatis melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang terpusat. Beginilah apabila urusan minim keterlibatan pemangku kepentingan di daerah. Kini pola sama akan diterapkan ke perizinan rumah ibadah.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU
Discussion about this post