KABARLAH.COM, Pekanbaru – Ada fakta pahit sekaligus mengundang kekhawatiran menyimak hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Lembaga Riau Research Center (R2C). Pengakuan sejumlah mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah tinggi di Provinsi Riau diantaranya Universitas Riau, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Politeknik Caltex Riau, dan Universitas Islam Riau, menyatakan cukup banyak mahasiswa terjerumus perjudian online dan pinjaman online. “Kedua perilaku ini dianggap destruktif dan mengancam masa depan anak muda,” ujar Ketua R2C, Adlin Sambuaga sebagaimana dikutip dari media massa. Temuan dikatakan pahit sebab responden yang terlibat dalam jajak pendapat mengaku bahwa untuk biaya kuliah dan biaya hidup, mereka masih sepenuhnya bergantung pada orang tua atau keluarga.
Fenomena mahasiswa dan judi online menggenapi fakta yang telah diberitakan sebelumnya bahwa Indonesia menempat peringkat teratas pemain judi slot dan gacor. Cuman kini level keprihatinan meningkat asbab judi online dan Pinjol mengancam mentalitas generasi masa depan bangsa. Namun pada kesempatan kali ini kami lebih menyoroti kasus Pinjol. Sejumlah alasan mendasari. Pertama, Pinjol membuka dan memberi jalan seseorang terjerembab lebih dalam ke aktivitas merugikan diri sendiri termasuk judi online. Kejadian bukan hanya menimpa mahasiswa Riau. Pernah diberitakan ratusan mahasiswa kampus IPB terjerat pinjol hingga miliaran. Bahkan seorang mahasiswa UI tega mencuri dan membunuh temannya untuk membayar utang Pinjol. Kedua, judi online masih dapat diupayakan lewat pemblokiran dan mematikan situs judi online. Sedangkan Pinjol lebih kompleks. Okelah kalau Pinjolnya ilegal, bisa ditindak. Tapi kan banyak juga yang legal dan secara regulasi aktivitas Pinjol legal sah-sah saja selagi memenuhi ketentuan berlaku. Di sini dilemanya.
Edukasi Dini
Sekali lagi, menindak Pinjol ilegal relatif mudah asal disertai kemauan. Tapi yang legal terus tumbuh dan berkembang. Memang pada dasarnya Pinjol serupa pinjam-meminjam ke lembaga keuangan. Bedanya intervensi atau penggunaan teknologi. Tujuan idealnya memudahkan urusan administrasi dan menyajikan solusi finansial praktis dan bebas ribet. Yang tak ideal cara pemanfaatannya. Banyak pengguna ketagihan memakai jasa Pinjol untuk memuaskan keinginan bukan kebutuhan. Alhasil larinya lebih ke konsumerisme dan melayani gaya hidup (hedon). Sederhananya berpikir singkat untuk mendapatkan uang tambahan atau ingin merasakan hidup seperti orang kaya di usia muda. Setelah terjebak utang akhirnya Pinjol menjadi skema Ponzi: gali lubang tutup lubang. Meminjam ke satu pinjol untuk lunasi pinjaman ke pinjol lain. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan sejumlah perusahaan Pinjol melakukan praktik mirip rentenir.
Oleh karena itu perlu dimasifkan upaya edukasi. Mulai meningkatkan pemahaman literasi keuangan ke semua kalangan seperti meneliti terlebih dahulu legalitas dan track record perusahaan Pinjol dan risikonya. Berikutnya pemahaman manajemen keuangan. Disamping menargetkan mahasiswa, tak kalah penting ke siswa di bangku sekolah. Harapannya memberi pengetahuan yang baik sejak dini menentukan arah keuangan bukan semata mencegah mereka terjebak ke Pinjol dan judi online. Paling mendasar ialah mempersiapkan hidup mandiri, mengajarkan tidak boros dan pandai membuat prioritas. Disamping orang tua, sekolah dapat melatih siswa mencatat atau mengelola uang jajan dan menentukan prioritas kebutuhan. Pelajaran manajemen keuangan diyakini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa akan dirinya. Sehingga ke depan mereka lebih berhati-hati membelanjakan uang. Manajemen keuangan tak sebatas menggunakan uang. Tak kalah penting memotivasi siswa dan menumbuhkan jiwa wirausaha untuk memperoleh uang. Jelas akan berbeda perspektifnya Pinjol dipakai untuk usaha produktif dibanding konsumtif. Apalagi salah satu fokus program Pemerintah Pusat bidang kepemudaan tahun 2023, disamping pencegahan perilaku berisiko pemuda termasuk pencegahan perilaku negatif (perundungan, intoleransi, HIV, NAPZA, seks bebas, dan sebagainya), juga meningkatkan partisipasi aktif pemuda di bidang kewirausahaan berbasis inovasi dan teknologi.
Berangkat dari pemaparan diperoleh kesimpulan bahwa tak cukup andalkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di daerah. Pemerintah Daerah (Pemda) mesti ambil peran. Setakad ini Pelaksana Tugas Gubernur Riau (Plt Gubri), Edy Natar Nasution sudah merespon yang intinya prihatin atas tren mahasiswa Riau terjerat Pinjol dan judi online. “Ini harus menjadi perhatian provinsi dan pihak terkait, dalam hal meningkatkan edukasi dan literasi keuangan di lingkungan kampus,” kata Edy Nasution, Selasa (14/11/2023). Kini tinggal langkah konkret dan aksi pencegahan agar jangan sampai generasi muda daerah justru kontraproduktif di usia produktifnya. Ujungnya dapat menggerus kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Riau yang telah dibangun oleh Pemerintah lewat berbagai program. Kami selaku anggota legislatif mengapresiasi pernyataan Plt Gubri yang memandang perlunya komunikasi intensif dari berbagai sektor supaya penanganan dan pencegahan berjalan efektif. Mengacu ke statement barusan, pendekatan lintas sektoral membutuhkan kehadiran Pemprov demi terwujudnya gerakan yang sistematis dan komprehensif.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU
Discussion about this post