KABARLAH.COM, Pekanbaru – Hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Negeri di Provinsi Riau sudah diumumkan di hari Sabtu (1/7/2023) lalu. Sekedar informasi, proses pendaftaran dan pemilihan sekolah telah dimulai sejak 29 Mei. Mulanya berakhir 12 Juni tapi kemudian diperpanjang. Proses pemilihan sekolah PPDB tingkat SMA sederajat di Provinsi Riau tahun ini berakhir Senin 26 Juni 2023. Mengingat rumpun kewenangan kami selaku pihak penyelenggara pemerintahan daerah tingkat provinsi mencakup SMA/SMK/sederajat, dirasa penting mengangkat isu-isu selama PPDB berlangsung. Menyoal data, menurut Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, jumlah calon siswa yang melakukan aktivasi akun PPDB tingkat SMA sederajat tahun ini mencapai 75.725 orang. Dari jumlah tersebut, yang berhasil mendaftar sebanyak 84.964 orang. Rinciannya, yang mendaftar di tingkat SMA sebanyak 55.208 orang dan tingkat SMK sebanyak 29.756 orang. Adapun daya tampung sekolah negeri di Riau sebanyak 92.214 siswa. Memang masih ditemukan beragam persoalan klise selama PPDB. Mulai keluhan orang tua siswa soal anaknya tak tembus sekolah terdekat dari tempat tinggal hingga mengerahkan segala daya cari “bekingan” supaya anaknya diterima di sekolah negeri favorit dan seterusnya.
Kasus paling menyita perhatian kecurangan di salah satu SMA negeri di Pekanbaru. Paska ditemukan 31 Kartu Keluarga (KK) rekayasa alias palsu yang dipakai sebagai syarat mendaftar. Bermula saat pihak sekolah memverifikasi persyaratan. Berangkat dari kecurigaan KK siswa yang mendaftar lalu sekolah berkoordinasi dengan Disdukcapil Pekanbaru. Setelah diselidiki ternyata sejumlah KK dinyatakan palsu. Beberapa KK berdomisili jauh di luar zona sekolah. Bahkan ada dari luar Pekanbaru. Akibatnya, para calon siswa yang mendaftar memakai KK palsu didiskualifikasi. Kami selaku anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau yang membidangi Pendidikan sangat mengapresiasi kinerja sekolah yang menjalankan PPBD sesuai ketentuan berlaku. Mulai pengecekan KK apakah memenuhi kriteria minimal dua tahun, kevalidan dokumen, kesesuaian domisili dan sebagainya. Langkah diambil terbilang tepat. Berhubung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Pendidikan (Disdik) telah mengeluarkan kebijakan terkait verifikasi data calon siswa PPDB. Berikut sebagai respons atas permintaan wali murid supaya dilakukan verifikasi faktual terhadap data-data calon siswa yang diragukan. Semua demi mencegah jangan sampai mencurangi hak orang. Manipulasi KK merupakan pemalsuan dokumen Negara. Tindakan mendiskualifikasi diharapkan dapat menjadi pembelajaran bersama.
Memutus Rantai
Banyaknya ditemukan kecurangan dalam PPDB mengundang kekhawatiran mendalam. Ini pemandangan jamak ditemui. Bak kata orang sudah sejak zaman baheulak. Rantai ini harus diputus. Pendidikan seumpama menanam benih. Tak tepat cara bercocok tanam, jangankan berbuah tumbuh saja susah. Disamping itu, kita akan menuai apa yang kita tanam. Memasukan anak ke dunia pendidikan menghalalkan segala cara tentu sulit berharap ilmu diperoleh akan bermanfaat. Bukannya membawa kemaslahatan, malah menghadirkan kemudharatan di masa mendatang. Boleh jadi mereka pintar tapi keblinger. Bicara kecurangan tak fair menyorot satu pihak saja. Cela kebijakan atau lemahnya sistem turut berkontribusi melahirkan kecurangan. Contoh paling mudah ketika ada calon siswa rumahnya dekat dari satu sekolah tapi tak diterima. Atau ada siswa memenuhi kriteria tapi kalah oleh yang berani bayar. Khususnya terjadi di sekolah berlabel favorit. Banyak laporan dan temuan oknum mulai dinas sampai sekolah “bermain”. Komitmen dan konsistensi terhadap aturan satu-satunya cara meminimalisir kecurangan. Terus terang tak banyak sekolah betul-betul menjalankan seluruh petunjuk teknis PPDB. Kendati aturannya simpel namun fundamental. Ombudsman RI Perwakilan Riau berkata pihaknya menerima 21 laporan masyarakat soal PPDB. Tim sudah diturunkan ke sekolah-sekolah guna menindaklanjuti laporan. Ombudsman menemukan sosialisasi peraturan PPDB belum ditempuh secara optimal. Dampaknya banyak masyarakat tak begitu tahu detail regulasi tahun ini. Keterlambatan dan terbatasnya sosialisasi mengenai perubahan teknis menyebabkan orangtua siswa tak siap. Ombudsman Riau sedari awal tahun mengingatkan Disdik dan perangkat sekolah mempersiapkan segala hal.
Kurangnya sosialisasi bukan perkara biasa. Implikasinya fatal. Menyebabkan pengetahuan masyarakat akan suatu aturan rendah. Efek lanjutan banyak tak paham alur dan memicu kepanikan. Alhasil muncul kegaduhan. Oleh karenanya pembenahan sistem prioritas teratas. Termasuk internalisasi di pihak pelaksana. Selama ini masih didapati miskomunikasi antara Disdik, panitia PPDB dan Kepala Sekolah. Selain itu, selama PPDB, panitia dan sekolah belum secara paripurna memberikan pelayanan informasi, konsultasi dan pengaduan seperti digariskan di UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Padahal aspek tersebut sangat vital dalam rangka menciptakan transparansi layanan dan sistem pendidikan yang berintegritas serta fair bagi masyarakat. Di luar komitmen terhadap aturan, juga mesti konsisten atas kebijakan yang diputuskan. Setelah masa pelaksanaan PPDB berakhir, Disdik dan pihak sekolah diharapkan tidak lagi menerima siswa. Kecuali kebijakan penerimaan ditujukan mengakomodir siswa yang tak mampu dan zona blank spot. Sebab ketika masyarakat mengetahui ada permainan, akan timbul ketidakpercayaan kepada sistem yang berjalan dan pihak penyelenggara termasuk Pemda. Ujungnya kayak lingkaran setan, masing-masing pihak saling curang.
Di luar topik sistem, perlu pula pendekatan kebijakan. Pemprov Riau diminta mawas diri. Terpenting pengembangan dan pembangunan sekolah. Sebab kondisi daya tampung menyumbang masalah dalam proses PPDB. Plus ancaman angka putus sekolah. Harus ada terobosan Kepala Daerah (Gubri) mewujudkan program Wajib Belajar 12 tahun. Semisal berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang mempermudah izin pembangunan sekolah; membuka opsi double shift masuk pagi dan siang; menambah jumlah murid dalam satu ruang kelas dengan tetap mempertimbangkan efektivitas belajar mengajar; hingga pemerataan lewat upaya memperjuangkan sekolah swasta dan pesantren mendapat dana BOS dan Bosda serta membantu infrastrukturnya. Jangan mentang swasta dibiarkan begitu saja. Di sekolah swasta juga didapati anak tak mampu, sebagaimana terungkap dalam audiensi Gubri bersama perwakilan SMA/SMK negeri dan swasta di kediaman resmi Gubernur sewaktu membahas persiapan PPDB Tahun 2023/2024. Bagaimanapun pendidikan tanggung jawab Negara. Libatkan sekolah swasta menampung anak lewat jalur afirmasi. Sehingga berkontribusi mengurai benang kusut problem anak tak tertampung di sekolah negeri. Semua yang dipaparkan telah termuat dalam rencana strategis Pemprov Riau bidang pendidikan, meliputi peningkatan pemerataan akses dan mutu pendidikan; Melanjutkan dan memperluas program pendidikan vokasi; Pemenuhan kebutuhan sekolah sesuai standar; Penyelenggaraan sekolah unggulan serta memperbanyak SMK sebagai Pusat Keunggulan (SMK PK). Semoga kelemahan PPDB dapat menjadi bahan evaluasi dan diejawantahkan ke dalam bentuk perbaikan dengan melibatkan publik. Sekali lagi sektor pendidikan sangat menentukan mentalitas generasi bangsa. Menjaga prosesnya berjalan di atas trek yang benar sebuah keharusan.
H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU