KABARLAH.COM, Jakarta – Bulan ini, bangsa Indonesia memasuki usia 77 tahun. Satu hal yang pasti, setiap mendekati perayaan, umbul-umbul warna-warni berbagai model dan ukuran serta bendera merah putih berkibar di seluruh penjuru Tanah Air, dari kampung hingga kota.
Belum lagi gegap gempita dan teriakan merdeka kerap dilontarkan pada setiap tanggal 17 Agustus. Ironinya dalam usia yang ke-77 ini, ketimpangan pendidikan masih kerap dijumpai. Padahal pendidikan merupakan hak dasar warga negara yang dijamin konstitusi.
Sejumlah pelajar masih sulit belajar dengan tenang, aman dan nyaman terutama di wilayah pelosok. Ini lantaran atap sekolah roboh yang membuat mereka terpaksa belajar di dalam tenda darurat atau mengungsi ke tempat lain.
Di tengah kondisi memprihatinkan tersebut, sebenarnya masih ada secercah harapan. Para murid tidak tenggelam dalam kesedihan. Situasi itu tidak menghalangi dan membuat mereka patah semangat untuk terus belajar dan mengenyam pendidikan.
Hanya saja, apakah para pelajar ini akan terus dibiarkan berada dalam kondisi tersebut? Kapan mereka bisa merdeka dari rasa ketakutan berada dalam ancaman atap yang roboh?
Atap Roboh, Siswa SDN Kertowono Terpaksa Belajar di Tenda Darurat
Puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kertowono 04, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur terpaksa belajar dengan tenda darurat. Teriknya matahari yang menampik dan pengapnya suasana dalam tenda tidak melunturkan semangat mereka untuk menuntut ilmu.
Dikutip dari detikJatim, atap di bangunan kelas yang biasa dipakai kegiatan belajar mengajar itu hampir sepenuhnya ambruk akibatnya, siswa tidak bisa belajar di dalam ruangan.
Mirisnya, sebelum mendapat bantuan tenda darurat para siswa harus belajar di teras kelas yang masih kokoh. Sebab, tidak ada lagi ruangan yang bisa dijadikan sebagai tempat belajar.
Saat hujan menerpa, para siswa terpaksa pindah ke teras bangunan karena tanah tempat tenda darurat berdiri digenangi oleh air dan becek, menghambat aktivitas belajar mengajar mereka.
Di tengah kondisi miris itu, semangat siswa SDN Kertowono tidak pernah luntur. Setiap pelajaran mereka ikuti dengan gembira.
Dikutip dari detikJatim pada Senin (22/8/2022), salah satu guru SDN Kertowono 04, Damsu mengatakan bahwa pihak sekolah telah mengajukan proposal perbaikan dua ruang kelas yang rusak ke Dinas Pendidikan Lumajang. Dispendik menjanjikan perbaikan dilakukan tahun ini juga.
Siswa SDN 4 Gelangkulon Ponorogo Ngungsi Belajar di Yayasan Budha
Kejadian serupa juga terjadi di SDN 4 Gelangkulon, Kecamatan Sampung, Ponorogo, Jatim. Atap sekolah yang jadi pelindung dari teriknya matahari dan lebatnya hujan, justru ambruk akibat lapuk.
Akibatnya, sebanyak 18 siswa SDN 4 Gelangkulon terpaksa menumpang di yayasan Budha. Yang lebih memilukan, kondisi ini sudah terjadi selama 2 tahun.
Sejumlah siswa harus menelusuri jalan sejauh 600 meter dari sekolah lama menuju gedung milik yayasan. Naira Salsabila Farhana namanya, siswi SDN 5 Gelangkulon itu turut menyampaikan rasa prihatin terhadap kondisi atap sekolahnya.
“Karena sekolahnya rusak, mau roboh. Takut kalau di sana,” ungkapnya.
Menurut keterangan Bintang Asiana, salah satu guru agama Budha, awalnya para siswa belajar di teras sekolah. Namun, kondisi kian memprihatinkan.
“Kami sebagai guru terutama ingin sekali mendapat perhatian dari pemerintah. Bagaimana supaya sekolahan ini bisa segera diperbaiki,” jelas Bintang.
Atap SDN di Ponorogo Ambrol, Siswa Belajar dengan Dilindungi Terpal
Salah satu SDN di Desa Nongkodono terpaksa mengganti atap dengan terpal akibat robohnya genting yang lapuk. Dalam kondisi yang tidak nyaman itu, para siswa dan guru harus belajar sembari menahan pengap kala siang hari.
“Nggak nyaman kalau belajar di sini, panas juga karena ditutup terpal,” jelas Hasna Rizki Hermawati, salah satu siswa SDN Nongkodono.
Hasna dan teman-temannya berharap pihak terkait dapat segera memperbaikinya sehingga mereka bisa belajar dengan kondisi normal tanpa perlu cemas akan robohnya atap.
Yang lebih memilukan, ternyata kondisi ini telah dilaporkan sejak tahun 2021 lalu. Kepala SDN Nongkodono, Sutrisno menerangkan kala itu kerangka atap mulai melengkung dan rawan ambrol.
Hingga saat ini, kondisi tersebut belum mendapatkan respon dari Dinas Pendidikan Ponorogo. Para siswa terpaksa belajar di perpustakaan.
Discussion about this post