KABARLAH.COM, Pekanbaru – Dalam agenda Entry Meeting Pemeriksaan Kinerja Manajemen Aset Pemprov Riau tahun 2021-2022 bersama stakeholder diantaranya Badan Pengawas Keuangan (BPK) belum lama berselang (29/8/2022), Gubernur Riau Syamsuar tampak gusar campur kesal.
Orang nomor satu di Riau itu menilai banyak perusahaan bandel dan enggan kerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam rangka wujudkan kebijakan satu peta. “Belum sesuai yang diharapkan, dari pihak perusahaan banyak yang tak mendukung atau kerjasama dengan Pemda,” ujar Gubri.
Ditarik ke belakang, di kesempatan lain saat rapat Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi (PK) pada tahun 2021 bersama Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Gubri sempat terpikir untuk mempublikasi perusahaan mana saja yang patuh dan tidak. Sikap Gubri wajar, mengingat potensi Sumber Daya Alam (SDA) luar biasa, sejak dulu hingga sekarang banyak perusahaan skala besar beroperasi di atas bumi lancang kuning.
Namun yang diperoleh tak sepadan dengan yang telah dieksploitasi. Sudah begitu, tak sedikit pula perusahaan malah berkantor di luar Riau bahkan di luar negeri (sebut saja di Malaysia dan Singapura). Sementara dampak berkelanjutan ditanggung sendiri oleh Riau. Momen Gubri bersuara dipandang makin tepat sehubung mencuat kasus melejitkan nama Riau.
Apalagi kalau bukan kasus korupsi melibatkan PT. Duta Palma, yang disebut-sebut cetak rekor terbesar bikin negara rugi hingga Rp 78 triliun! Kalau dihitung-hitung, setara sembilan tahun APBD Riau! Berkaca ke kasus jelas Riau bukannya untung malah buntung. Negara juga rugi banyak.
Kebijakan satu peta yang disampaikan Gubri sangat urgen. Karena pendekatan tersebut konsep lumrah dalam penyelenggaraan pembangunan dan negara demokrasi. Mustahil Pemda berjalan sendiri tanpa keterlibatan banyak pihak. Pola kolaborasi ini dikenal dengan istilah pentahelix, melibatkan para pemangku kepentingan sebagai kunci meraih kemajuan dan cita-cita. Pola kerjasama pentahelix atau multipihak melibatkan unsur pemerintah, kalangan perguruan tinggi, media, masyarakat atau komunitas serta badan atau pelaku usaha.
Kembali menyoal Riau, banyaknya perusahaan beroperasi jelas mitra potensial untuk gotong-royong membangun daerah. Undang-undang juga telah mengatur peran dunia usaha dalam bentuk Tanggung Jawab Sosial Lingkungan dan Lingkungan (TJSL). Memang mayoritas perusahaan sudah menjalankan, namun koordinasi selama ini masih kurang.
Riau juga sudah membuat aturan turunan di tingkat daerah berupa Peraturan Daerah (Perda) dan ditindaklanjuti Peraturan Gubernur (Pergub). Akan tetapi, kembali lagi ke keinginan Gubri, perlu kolaborasi dalam bentuk kebijakan satu peta. Sehingga setiap program TJSL punya arah jelas dan mendukung cetak biru pembangunan daerah.
Pendidikan
Pendidikan satu dari sekian sektor esensial dalam konteks kolaborasi. Apa guna membanggakan angka ekonomi terus tumbuh dan investasi triliunan masuk serta berbagai proyeksi menjanjikan lain, tapi tak diiringi peningkatan signifikan daya saing dan kesejahteraan SDM. Ironi tadi benar terjadi.
Setakad ini, angka pengangguran masih cukup tinggi di tengah ekonomi negara tumbuh positif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran terbuka diawal 2022 sebanyak 8,40 juta orang atau tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,83%. Secara kategori, lulusan SMA dan SMK masih menyumbang angka tertinggi dibanding jenjang pendidikan lain. Sungguh memprihatinkan.
Ditambah secara populasi, Indonesia dianugerahi kelebihan diantara negaranegara anggota G-20 yaitu bonus demografi selama rentang tahun 2020- 2030. Saat ini, baik daerah hingga nasional, lebih separuh populasi adalah usia produktif. SDM produktif yang melimpah modal berharga majukan daerah dan bangsa. Pendidikan vokasi solusi paling menjanjikan untuk mengatasi akar masalah penyerapan tenaga kerja atau menkreasi lapangan kerja lewat penanaman skill wirausaha.
Pentingnya pendekatan ke jenjang pendidikan menengah ke atas (terutama SMK), karena tingkat pendidikan ini menyumbang angka pengangguran terbesar dan secara statistik hanya 11 persen generasi muda yang bisa mencapai tingkat pendidikan hingga jenjang sarjana (S1) terkendala akses, dana dan hambatan lain.
Selain menjawab permasalahan, pendidikan vokasi juga jalur pendidikan paling aplikatif dan dapat diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu dan beradaptasi bidang pekerjaan tertentu. Untuk Riau kita patut berbangga telah diterbitkan Pergub Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penguatan Pendidikan dan Pelatihan Vokasi Melalui Kemitraan dengan Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja.
Instrumen sangat dibutuhkan sebagai pedoman pelaksanaan penguatan pendidikan dan pelatihan vokasi melalui kemitraan dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Berbekal Pergub, diharapkan akan meningkatkan kompetensi peserta didik.
Satuan pendidikan vokasi dapat menyelenggarakan proses pembelajaran berbasis kemitraan mulai penyusunan kurikulum hingga penyerapan lulusan. Sebagai informasi, Pergub vokasi di Riau merupakan pioneer atau pelopor di pentas nasional. Membuat Riau ditunjuk sebagai akselerator daerah Program Menara Vokasi Kemendikbudristek yang diampu Politeknik Negeri Bengkalis.
Pergub turut menuai apresasi berbagai kementerian seperti Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Pergub juga sejalan dengan lnpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas SDM Indonesia, melibatkan sejumlah kementerian, Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan Para Gubernur. lnpres mengatur penguatan sinergi antar pemangku kepentingan untuk merevitalisasi SMK.
PR
Meski begitu, berdasarkan hasil kajian, di tataran realita rata-rata lapangan kerja hanya menyerap sekitar 40% lulusan vokasi atau SMK. Jadi masih banyak pekerjaan rumah untuk membenahi berbagai kekurangan.
Penyebab belum optimalnya hasil pendidikan vokasi cukup mudah diidentifikasi. Paling sederhana belum memenuhi kebutuhan industri. Mulai kurikulum tak sinkron dengan kebutuhan industri, perkara kompetensi dan kesiapan mental pekerja lulusan, kualitas tenaga pengajar, minim fasilitas sarana prasarana, termasuk juga belum ada kerjasama apik antara perusahaan dengan lembaga pemerintah. Terkait ini, kami meminta agar kebijakan anggaran pendidikan Pemprov Riau lebih terarah lagi. Dengan begitu penyediaan sarana dan prasarana memadai dan berkualitas berikut kebutuhan pendidik/tenaga kependidikan dapat dipenuhi.
Selanjutnya, Gubri diharapkan dapat menyamakan persepsi jajarannya supaya satu visi dan misi. Sebab ini kerjaan besar. Tak bisa andalkan satu sektor yakni dinas pendidikan saja. Memperkuat vokasi, tantangan pertama bagaimana memenuhi kebutuhan. Artinya pendidikan vokasi disesuaikan kebutuhan DUDI. Ketika kurikulum sudah matching ditindaklanjuti MoU SMK dengan industri untuk menyerap lulusan.
Tantangan selanjutnya mendorong pendidikan vokasi yang kontekstual, disesuaikan dengan keunggulan atau potensi daerah. Misal kalau satu kabupaten atau wilayah di Riau punya potensi destinasi pariwisata, harus diperhatikan juga jumlah pendidikan vokasi berbasis wisata. Bicara pariwisata tentu Dinas Pendidikan perlu kolaborasi dengan Dinas Pariwisata. Begitu seterusnya.
Kembali ke pokok tulisan, sumbangsih dunia usaha yang beraktivitas di Riau harus ditagih supaya dapat berperan lebih banyak dalam pembangunan daerah, terutama penguatan SDM. Sangat disayangkan program Corporate Social Responsible (CSR) atau TJSL yang berjalan masih sebatas gugurkan kewajiban.
Termasuk program Pertamina Hulu Rokan (PHR). Walau PHR berkomitmen memperkuat pendidikan vokasi dengan meluncurkan program Penguatan Ekosistem Vokasi yang menyasar angkatan kerja muda dan SMK, namun program bagus tadi belum terkoneksi dengan sistem perekrutan karyawan PHR maupun mitra kerja. Jadi masih sekedar program TJSL PHR di bidang pendidikan. Pemprov Riau perlu lebih “galak” dan tegas lagi terapkan Perda TJSL dan mengintegrasikannya dengan kebijakan penguatan pendidikan vokasi.
Kami selaku lembaga legislatif sesuai Tupoksi dan kewenangan siap bermitra dan mendukung sepenuhnya langkah dan ikhtiar Kepala Daerah untuk mengatasi kesenjangan pembelajaran dengan kebutuhan dunia kerja. Karena kita menyadari bahwa kunci peningkatan mutu pendidikan vokasi hanya akan dapat dicapai apabila berpijak di atas azas gotong royong antara satuan pendidikan dengan dunia usaha dan industri. Itulah falsafah dan nilai Pancasila.
H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU
Discussion about this post