KABARLAH.COM, Jakarta – Hukuman untuk mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte (55), di tingkat banding tak ada yang berubah.
Nasibnya berbeda dengan dua (2) terpidana yang masih satu komplotan yakni Djoko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari yang hukumannya disunat.
Hukuman Napoleon dikuatkan di tingkat banding. Napoleon tetap dinyatakan bersalah menerima suap dari Djoko S Tjandra dan harus menjalani hukuman 4 tahun penjara.
“Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dimintakan banding tersebut. Memerintahkan agar masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan,” demikian bunyi putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang dilansir website MA, Rabu (28/7/2021).
Duduk sebagai ketua majelis Muhamad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusdi dan Renny Halida Ilham Malik. Menurut majelis tinggi, surat dakwaan penuntut umum telah diberi tanggal dan ditandatangani oleh jaksa/penuntut umum yang ditunjuk serta berisi identitas terdakwa, uraian mengenai tindak pidana yang didakwakan dicantumkan dengan cermat, jelas dan lengkap, menyebutkan waktu dan tempat di mana tindak pidana itu dilakukan.
“Oleh karenanya, dakwaan tersebut telah memenuhi syarat formal dan syarat materiil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dengan demikian alasan keberatan Penasihat Hukum Terdakwa tentang surat dakwaan cacat hukum adalah tidak benar,” ujar majelis tinggi.
Korting Hukuman Jaksa Pinangki
Jaksa Pinangki merupakan makelar kasus alias markus agar terpidana korupsi Djoko Tjandra bisa lolos dari hukuman penjara dengan mengajukan Fatwa ke Mahkamh Agung (MA).
Pinangki kerap menemui Djoko Tjandra di luar negeri melakukan lobi-lobi markus. Padahal, saat itu status Djoko buron.
Tapi usaha Pinangki terbongkar dan dia harus mempertanggungjawabkan di muka hukum. Dalam dakwaan, sejumlah nama juru kunci hukum di negeri ini disebut Pinangki untuk memuluskan Fatwa MA itu, seperti Ketua MA hingga Jaksa Agung.
Awalnya Pinangki dihukum 10 tahun penjara, tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dikorting 60 persen, hukumannya menjadi 4 tahun penjara saja.
“Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Bahwa Terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil,” ujar ketua majelis Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.
Atas vonis Pinangki itu, jaksa penuntut umum (JPU) memutuskan tidak mengajukan kasasi. Kuasa hukum Pinangki juga memutuskan demikian. Dengan begitu, keputusan PT DKI Jakarta yang menyunat vonis Pinangki dari 10 menjadi 4 tahun penjara dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Korting Hukuman Djoko Tjandra
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta mengorting hukuman koruptor Djoko Tjandra. Sebelumnya, PT Jakarta juga menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Duduk sebagai ketua majelis Muhamad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik. Alasan majelis meringankan hukuman adalah Djoko Tjandra telah menjalani pidana penjara pada kasus cessie Bank Bali dan telah menyerahkan uang ke negara sebesar Rp 546 miliar.
“Hal yang memberatkan Terdakwa telah melakukan perbuatan tercela. Bermula dari adanya kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 20 Februari 2012 Nomor 100 PK/Pid.Sus/2009 Jo. putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Juni 2009 Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana ‘turut serta melakukan tindak pidana korupsi’ dan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.
Bahwa perbuatan yang menjadi dakwaan dalam perkara ini dilakukan Terdakwa untuk menghindar supaya tidak menjalani putusan Mahkamah Agung tersebut,” ucap majelis hakim.
Discussion about this post