KABARLAH.COM, Jakarta – Presiden Jokowi menghambur-hamburkan jabatan komisaris BUMN untuk pendukungnya.
Pendukung Jokowi di beri jabatan komisaris BUMN sebagai hadiah atas kerja mereka mendukung Jokowi sejak pilgub DKI hingga pilpres 2014 dan 2019.
Diantaranya nama pendukung Jokowi yang menduduki Komisaris BUMN, yang terbaru adalah pengangkatan Abdee Negara Nurdin atau Abdee Slank (personel band Slank) sebagai komisaris PT Telkom. Abdee adalah salah seorang Jokower berat.
Belum lama berselang, anak Gus Dur (Abdurrahman Wahid), Alissa Wahid, diangkat sebagai komisaris independen PT Unilever Indonesia.
Pada Januari 2020, putri Gus Dur yang lainnya, Yenny Wahid, diangkat sebagai komisaris PT Garuda Indonesia dengan gaji 200 jutaan per bulan.
Banyak pendukung Jokowi yang diberi hadiah komisaris. Belum lama ini, ketum PBNU Prof Said Agil Shirad, didudukkan di PT Kereta Api.
Jauh sebelum ini, pada 2015, Fadjroel Rachman, dipasang sebagai komisaris di PT Adhi Karya.
Ada sekitar 20 relawan Jokowi yang mendapat hadiah komisaris BUMN.
Yang menjadi pertanyaan: apakah mereka, para pendukung Jokowi itu, berjasa untuk negara atau untuk kepentingan pribadi Jokowi? Sangat jelas mereka mendukung kepentingan pribadi Jokowi.
Sebagai relawan Jokowi, mereka bukan bekerja untuk kepentingan negara.
Nah, mengapa mereka mendapatkan balas jasa dengan jabatan komisaris di BUMN? Apakah BUMN milik nenek moyang Jokowi? Tentu saja bukan.
Artinya, Jokowi membalas jasa para pendukungnya dengan uang rakyat lewat gaji ratusan juta sebagai komisaris BUMN.
Jelas ini penyimpangan. Tidak salah kalau balas jasa seperti ini disebut sebagai salah satu bentuk korupsi.
Kalau Jokowi mau membalas jasa para pendukungnya, bayarlah dengan uang sendiri.
Atau berikanlah kepada mereka jabatan-jabatan yang ada di perusahaan milik Jokowi pribadi atau keluarganya. Jangan bebankan kepada rakyat melalui BUMN.
Sekarang, apa yang bisa dilakukan untuk membalikkan kondisi ini? Pertama, DPR sebagai wakil rakyat harus mempersoalkan itu.
Jokowi harus didesak agar menghentikan pemberian hadiah komisaris BUMN kepada para pendukungnya.
Kembalikan semua jabatan komisaris kepada orang-orang yang memiliki kompetensi untuk kemajuan perusahaan negara.
Kedua, para pakar hukum sebaiknya mempelajari kemungkinan adanya pelanggaran peraturan tentang pengangkatan komisaris BUMN. Kalau pelanggaran etika, sudah sangat jelas terjadi.
Praktik buruk ini jangan sampai ditradisikan oleh presiden-presiden berikutnya yang merasa perlu memberikan hadiah kepada para pendukung di masa kampanye.
Silakan mereka diberi posisi politis sebagai stafsus, wakil menteri, deputi, staf ahli, dsb, yang berada di lingkup pemerintahan.
Jokowi berhak mengangkat siapa saja untuk posisi di pemerintahannya. Di negara-negara lain pun lumrah terjadi.
Asyari Usman